Treatment Anak Berkebutuhan Khusus

Senin, 17 Mei 2010

Berdasarkan pengalaman yang kudapatkan selama beberapa ratus hari bekerja di Jogja ini dia! sekedar sharing pada para ot-ers. Gimana pengalaman panjenengan-panjenengan selama menjajaki dunia kerja? bagi-bagi ilmu dunk! Sebelumnya perlu ditanamkan dalam otak para pembaca budiman bahwa apa yang akan saya tulis ini adalah kumpulan statement2 yang berhasil kusimpulkan selama ini, jadi tidak ada larangan untuk berkomentar atau menyanggah statement yang ada. Ok?!
Baiklah! (he he… pak Bambang poenya…) Yang pertama kali musti dilakukan adalah assessment. Baik secara objektif maupun subyektif. Assessment objektif biasanya yang paling banyak membantu. Kalau subjektif dilakukan untuk menambah input informasi, atau hanya biar suasana tidak kaku dan bahan komunikasi terapis dengan orang tua. Itu yang selama ini kurasakan lho… (mungkin karena kurang penegtahuan kaleee). Ehm! Baiklah… Cek dulu motorik kasar atau halusnya, tentunya disesuaikan dengan taraf perkembangan anak normal. Jika sekiranya ada yang tidak beres atau jika belum bisa dicekkan karena mengalami gangguan atensi-konsentrasi, maka sudah bisa dipastikan ia mengalami gangguan modulasi sensori.
Jika anak mengalami gangguan modulasi sensori maka terapi yang efektif dengan menerapkan metode sensori integrasi yang berkolaborasi dengan behavior therapy.. Masalah fine motor ataupun gross motor seiring sejalan dengan proses berlangsungnya terapi insya Allah akan membaik.
Jika menerapkan metode sensori integrasi yang terdiri dari beberapa komponen pokok, seperti system taktil, vestibular, visual, auditori, dsb. bisa melihat problem anak dengan metode masing-masing untuk mengecek dari masing-masing komponen.
Selama menjalankan proses terapi yang menerapkan metode SI butuh waktu lama, hingga terkadang terapis lupa akan tujuan jangka panjangnya, (he he he…berbilang bulan bahkan tahun je!) nggak apa-apa yang penting continue dalam proses treatment. Nanti di ingat-ingat lagi dan dikembalikan ke awal. Maklum namanya manusia, memang temat salah dan lupa…
Jika menggunakan metode behavior therapy harus diperlihatkan unsur ketegasan dari sang terapis. Dan ini cucok diterapkan pada anak usia dibawah lima tahun, karena masih mudah diatur, dan masih mau dipaksa. Hmmm… memang disini terdapat unsur pemaksaan guna membiasakan perilaku yang baik, tapi jangan dibayangkan seperti kerja rodi lho… Hingga detail. Semakin senja usia anak dalam mengikuti terapi maka semakin kecil perubahan yang ditunjukkan, terutama pada anak2, MR (mental retardation). Istilahnya kebiasaan buruk yang biasa dilakukan sudah mengakar kuat sehingga sulit untuk mencabutnya dan merubah mindset (mengkonsep dari awal).
Alat-alat SI perlu diusahakan, tidak bisa bekerja sendiri dalam sebuah system. Diantaranya matras, bola bobath, ayunan, T-Swing, bolster, tangga plus prosotan, bola, sikat terapi dan sebagainya.
Dengan masih minimnya pengetahuan saya, maka terpaksa saya mengharuskan bagi terapis yang sudah berpengalaman memberi masukan atau menularkan sedikir saja syukur2 banyak juga lebih bagus ilmu yang telah didapat pada kami. Nuwun.

Sumber : http://okupasiterapijogja.wordpress.com/2008/05/28/treatment-anak-berkebutuhan-khusus/

Terapi Oksigen HyperBaric untuk Anak Berkebutuhan Khusus

>>imbc, medan
   Kini para orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus semisal autis, celebral palsy (CP), epilepsi, down sindrome bisa mendapatkan alternatif terapi melalui terapi oksigen Hyperbaric atau disebut juga HBOT.
    Goh Khoon Seng dari Poliklinik Baromed, Pusat Terapi Oksigen di Kuala Lumpur Malaysia didamping Rizman Dato' Haji Azahar saat berbicara pada seminar Hyperbaric Oxygen Therapy dihadapan para orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengatakan meski belum dapat diterima secara ilmiah sebagai terapi pilihan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, namun ada rujukan yang menunjukkan kemajuan pada anak-anak tersebut.
    "Meski ada tanda-tanda menunjukkan kemajuan pada anak-anak berkebutuhan khusus setelah menjalani HBOT, namun hal ini belum bisa diterima secara ilmiah sebagai terapi pilihan," kata Goh Khoon Seng yang memberikan pemaparan HBOT di klinik HMC Jalan Hayam Wuruk Medan, pusat terapi anak berkebutuhan khusus (autis), Selasa (2/2).
    Dijelaskan Goh Khoon Seng, HBOT merupakan terapi untuk menyalurkan kepada pasien oksigen 100 persen dengan tekanan yang lebih besar dari normal (biasanya setara dengan tekanan 5-10 meter dibawah air) melalui kamar (ruangan) yang didisain khusus. Tujuannya untuk menaikan jumlah ketersediaan oksigen pada orang tersebut.
    Udara yang kita hirup terdiri dari 21 persen oksigen. Namun dengan menghirup oksigen 100 persen pada tekanan tinggi, oksigen dalam jumlah besar akan disalurkan ke jaringan dan larut dalam cairan tubuh, cairan plasma cerebrospinal dalam otak dan limpa. Oksigen di bawah tekanan larut dalam hemoglobin dan plasma hingga 15 kali lebih besar dari oksigen biasa.
Di Malaysia HBOT sudah mulai dikenalkan oleh Dr Mustapha Kamar Karim, salah seorang dokter yang banyak mempelajari tentang HBOT dan telah memiliki sertifikasi dasar dan lanjutan pada Officer Diving & Hyperbaric Medicine Course di Rumah Sakit Royal, Australia. Di Poliklinik Baromed para pasien HBOT akan dipandu oleh dr Mustapha Kamar Karim.
    HBOT kata Goh Khoon Seng memiliki keefektifan terapi pada penderita diabetes sehingga tidak perlu diamputasi kakinya. Cara kerja HBOT, HBOT akan mengecilkan pembuluh darah dan mengurangi bengkak dan HBOT akan menambahkan kepekatan oksigen di kawasan tertentu.
HBOT juga merangsang pertumbuhan kolagen yang sangat diperlukan untuk memulihkan luka pada penderita diabetes. Terapi ini juga untuk memperkuat keupayaan sel-sel darah putih untuk membasmi bakteria, merangsang pertumbuhan dan pembukaan pembuluh darah.
HBOT hanya diberikan kepada pasien yang membutuhan oksigen medis. Oleh karenanya pemberian HBOT harus mengacu pada aturan yang telah ditetapkan yakni pasien yang menerima HBOT tidak dibolehkan menyelam (berenang boleh), tidak boleh naik pesawat terbang (minimal 24 jam setelah pemberian HBOT), jangan makan terlalu banyak, hindari makan/minuman bersoda, jangan menggosokan gigi 24 jam sebelumnya, jangan melakukan HBOT jika demam, HBOT juga tidak boleh diberikan pada penderita asma dan penyakit paru-paru.
Untuk anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan HBOT berdasarkan kasusnya dan biasanya sesuai dengan saran dokter, setelah melakukan HBOT, anak berkebutuhan khusus akan direkomendasikan kembali untuk melakukan HBOT dalam waktu 1-2 bula jika ada peningkatan yang baik.
Namun perlu diingat HBOT dilarang untuk wanita hamil karena dapat menyebabkan keguguran pada kehamilan muda. ***

Sumber : http://www.inimedanbung.com/node/6135

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) MASIH TERABAIKAN

Karanganyar - Lanthing.


Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) masih terabaikan, termasuk dalam hal pendidikan. Sinyalemen ini terungkap dalam Sosialisasi Pendidikan Inklusi, Membangun Karakteristik Sekolah Inklusif dan Pembelajaran yang Akrab, di Hotel Candisari Karanganyar (17/06/08). “Bahkan, keluarga yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus cenderung menyembunyikannya di rumah karena dianggap aib keluarga, padahal ABK juga berhak memperoleh layanan pendidikan” ujar ketua KOMPUS (Komunitas Pendidikan Untuk Semua), Dwiantoro. Menurut Dwiantoro, yang juga kepala SD Negeri 2 Logandu Karanggayam, semestinya semua sekolah menjadi sekolah inklusi sejalan dengan SK Mendikbud No. 002/U/1986 Tentang Pendidikan Terpadu Bagi Anak Cacat. Dalam Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa Pendidikan terpadu adalah model penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.

Selanjutnya Dwiantoro menjelaskan bahwa berdasarkan evaluasi lima SD pilot sekolah inklusi, muncul kendala yaitu : Lokasi SD yang jauh dari SLB, belum semua guru kelas memahami sekolah inklusi, belum adanya Pembina teknis tingkat kabupaten, dan sikap orang tua yang kurang komunikatif.

Sosialisasi yang difasilitasi Plan PU Kebumen, menghadirkan narasumber dari Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah, Drs. Mulyono, M.Pd., dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Kebumen, Agus Purwanto.
Dalam paparannya Drs. Mulyono, M.Pd. menjelaskan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus atau child with special needs, adalah anak yang secara fisik/sensorik, intelektual, social, emosional, dan atau kemampuan komunikasinya menyimpang dari criteria normal secara signifikan sehingga karena penyimpangan tersebut membutuhkan layanan pendidikan khusus (special education).

Sekolah Umum Harus Siap Tampung Anak Berkebutuhan Khusus

Merry Wahyuningsih – detikHealth
img
Ilustrasi (Foto: bbc)
Jakarta, Jumlah anak dengan kebutuhan khusus yang memasuki usia sekolah terus meningkat. Tapi sayangnya pendidikan mereka kerap terhambat oleh keterbatasan sarana pendidikan yang dimiliki oleh sekolah umum mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah lanjutan atas.
Jumlah anak penderita autis dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 1987, rasio anak autis adalah 1:5.000, ini berarti diantara 5.000 anak ada satu anak autis.
Angka ini meningkat tajam setelah 10 tahun (1997) yakni menjadi 1:500, kemudian menjadi 1:150 pada tahun 2000. Para ahli memperkirakan pada tahun 2010 ini penderita autis akan meningkat mencapai 60 persen dari keseluruhan populasi dunia.

Data Ditjen Dikti menyebutkan di Indonesia terdapat 811 sekolah inklusi yang diperuntukkan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan jumlah total 15.144 siswa. Namun jumlah ini belum dapat menampung seluruh anak dengan kebutuhan khusus yang ada di Indonesia.
Melihat fenomena ini, Dirjen Dikti Prof.Dr.H.Fasly Djalal, MBA, MSI dalam jumpa pers, Senin (1/3/2010) mengatakan akan memberikan dukungan bagi sekolah-sekolah umum agar mereka lebih siap dan terbuka untuk menerima dan mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus. Pengajar juga akan dibekali wawasan mengenai pendidikan untuk ‘dunia kebutuhan khusus’.

Rancangan Pembelajaran Bagi Anak Berbakat (Gifted Child) Dalam Setting Iinklusif

inklusif
Oleh: IIM IMANDALA *
A. Pendahuluan
Di dalam kelas yang beragam tentunya kita akan menemukan pula keberagaman kemampuan belajar yang dimiliki oleh siswa. Kita akan menjumpai siswa yang memiliki kemampuan belajar yang lebih baik dalam beberapa mata pelajaran dibanding teman-temannya, ada pula yang prestasi belajarnya rendah, bahkan mungkin kita akan menjumpai siswa yang memiliki minat hanya pada satu pelajaran saja serta ia sangat berprestasi dalam pelajaran itu.
Keberagaman itu sering luput dari perhatian guru. Guru lebih memilih melakukan pembelajaran dengan cara atau metode yang sama untuk semua anak. Padahal satu cara itu tidak mungkin memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajar siswa dalam satu kelas yang begitu beragam.
Tidak terpenuhinya kebutuhan dan kemampuan belajar yang dimiliki oleh siswa akan menimbulkan berbagai dampak, diantaranya potensi belajar tidak berkembang secara optimal, menimbulkan perilaku yang mengganggu suasana kelas, rendah motivasi, dan lain-lain. Munculnya dampak tersebut sering ditanggapi oleh guru sebagai hal yang negatif sehingga upaya yang dilakukan untuk mengatasinya tidak menyentuh pada “akar” permasalahan. Upaya yang tidak tepat dapat merugikan semua siswa. Misalnya, siswa yang sesungguhnya memiliki potensi belajar yang sangat baik akan tidak berkembang potensinya itu jika upaya yang dilakukan tidak tepat. Prestasi belajarnya akan berada jauh di bawah potensi yang dimiliki.
Sebagaimana yang sering terjadi pada kasus-kasus anak berbakat. Mereka sering dituduh sebagai anak nakal, pemalas, suka mengganggu, atau bahkan disebut anak bodoh. Sesungguhnya perilaku negative yang muncul dari anak berbakat itu lebih disebabkan oleh factor pembelajaran yang tidak mampu mengakomodasi kemampuan dan kebutuhan belajarnya. Tentunya itu sangat merugikan.
Sangat disayangkan bila kondisi ini terus terjadi. Jika terus terjadi makan kita akan banyak kehilangan generasi unggul. Kerugian besar bagi kita jika anak-anak berbakat ini tidak dapat mengaktualisasikan potensinya. Sebaliknya, apabila mereka mampu mengaktualisasikan potensinya maka bangsa ini akan memperoleh manfaat yang besar dari hasil-hasil karya mereka.
Oleh karena itu perlu dipikirkan suatu pembelajaran yang dapat mengakomodir kemampuan dan kebutuhan belajar anak-anak berbakat ini. Pembelajaran yang dilakukan tentunya harus tetap memperhaikan keberagaman kemampuan belajar. Maksudnya adalah pembelajaran bagi anak berbakat tetap dilakukan di sekolah-sekolah regular dalam setting inklusif.
Mengapa demikian? Karena semua anak, diantaranya anak berbakat, tetap harus belajar menghadapi keberagaman, nantinya pun ketika mereka selesai mengikuti pendidikan akan kembali kemasyarakat. Apabila mereka telah belajar tentang keberagaman maka ketika mereka kembali kemasyarakat diharapkan mampu menyikapi keberagaman yang ada di masyarakat dengan sikap-sikap yang baik sesuai dengan potensi yang mereka miliki.
B. Rancangan Pembelajaran Bagi Anak Berbakat (Gifted Child) Dalam Setting Inklusif
Rancangan pembelajaran ini didasari oleh konsep keberbakatan yang diungkapkan oleh Joseph S. Renzulli (1998), bahwa keberbakatan itu harus memenuhi tiga area, yaitu kecerdasan di atas rata-rata, memiliki kreatifitas, dan keterikatan terhadap tugas/motivasi. Dari konsep keberbakatan tersebut, maka pendidikan yang efektif bagi anak-anak berbakat harus memperhatikan, sekurang-kurangnya meliputi pemilihan konten materi, pendekatan pembelajaran, memberikan peluang pembelajaran yang mengacu pada kebutuhan belajar anak berbakat.
Untuk mewujudkan itu maka diperlukan langkah-langkah yang meliputi; identifikasi, asesmen, diferensiasi kurikulum (konten, proses, produk), dan strategi (materi, metode, penataan lingkungan, evaluasi).

KONSEP DASAR ASESMEN

Oleh Iim Imandala
asesmen
asesmen
Dalam upaya memberikan layanan pendidikan yang tepat/sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus maka diperlukan langkah-langkah yang sistematis. Langkah itu diawali dengan proses asesmen. Setiap anak berkebutuhan khusus harus melalui proses asesmen itu sehingga akan diperoleh gambaran kemampuan dan kebutuhan belajarnya.
Apabila proses asesmen tidak dilakukan maka pembelajaran yang dilakukan tidak memiliki dasar/pijakan untuk mencapai indikator materi pembelajaran yang diharapkan. Anak-anak pun akan kesulitan menguasai materi pembelajaran karena materinya tidak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajarnya. Kegagalan dalam pembelajaran dapat diakibatkan oleh tidak adanya data hasil asesmen. Dengan demikian asesmen memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam menentukan keberhasilan pembelajaran.
Mengingat begitu pentingnya asesmen ini maka setiap guru bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) harus memahami dan mengimplementasikan asesmen. Tulisan ini hadir bermaksud untuk memberikan pemahaman dasar mengenai asesmen agar guru-guru ABK dapat mengimplementasikan asesmen dengan dasar-dasar asesmen yang kuat.
A. Definisi Asesmen
Perlu difahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tes, evaluasi dan asesmen. Tes adalah mengukur kemampuan dengan soal-soal. Evaluasi adalah aktifitas yang di dalamnya terdapat aktifitas pengukuran dan penilaian (membandingkan) yang kemudian memaknai hasilnya.

LAHIRNYA PENDIDIKAN INKLUSIF

Oleh Iim Imandala
headSebelum munculnya pemikiran tentang pendidikan inklusif, setidaknya dilatarbelakangi adanya sejumlah orang yang terpinggirkan atau ditolak sehingga tidak dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Faktor utama yang menyebabkan mereka terpinggirkan/tertolak adalah faktor pendidikan (UNESCO, 1990) sehingga pendidikan menjadi isu utama untuk mengatasi masalah ini. Jika kita mengacu pada data International Consultative Forum on Education for All (2000) di dunia ini terdapat 113 juta orang anak-anak usia pendidikan dasar yang tidak sekolah. 90% dari jumlah itu berada di negara yang penghasilannya rendah hingga menengah serta lebih dari 80 juta orang anak-anak seperti itu tinggal di negara-negara Afrika. Kalaupun ada yang mampu sekolah, sebagian dari mereka drop out/putus sekolah padahal pendidikannya belum selesai.

AREA KESULITAN YANG DIMILIKI OLEH AUTISTIC SPECTRUM DISORDER

Oleh Iim Imandala, S.Pd.*

Iim Imandala
Iim Imandala
Saat ini banyak ditemukan kasus autisitic spectrum disorder (ASD), sebagian dari kasus tersebut akan dijumpai di sekolah-sekolah regular yang menerima anak berkebutuhan khusus.  Anak-anak yang tergolong pada ASD ini sering pula disebut sebagai pervasive development disorder (gangguan tumbuh kembang yang menyeluruh dan melekat). Mereka menunjujkkan berbagai hambatan tumbuh kembang yang melekat dalam kehidupannya. Banyak sekali area kemampuan yang mengalami hambatan dalam diri anak ASD. Hambatan yang mereka miliki itu menjadi tantangan tersendiri bagi para pendidik dan tenaga professional lainnya manakala mereka mulai bersekolah.
Kami telah mengidentifikasi hambatan atau kesulitan yang dihadapi oleh beberapa kasus ASD yang ada di sekolah kami ketika mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Hasil identifikasi menunjukkan sedikitnya ada enam area yang menjadi kesulitan bagi anak-anak  ASD  pada umumnya, yaitu: masalah perilaku, kemampuan belajar dan berpikir, percakapan, sensori dan pengalaman gerak, bahasa dan komunikasi, dan keterampilan social. Memang, dari keenam area tersebut tidak ada yang dimiliki secara utuh oleh anak-anak ASD. Kesulitan-kesulitan yang dimiliki tersebut dipengaruhi pula pengalaman belajar dan kondisi-kondisi lain, seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dyspraxia dan mungkin pula dyslexia.
Secara lengkap hasil identifikasi kesulitan yang dimiliki oleh anak ASD dapat dilihat pada tabel berikut

REMEDIAL MEMBACA DENGAN METODE FERNALD BAGI ANAK DISLEKSIA

Oleh Iim Imandala, S.Pd.
(dipublikasikan juga di http://iimimandala.blogspot.com)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Begitu pula dengan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus (UU No. 20 Tahun 2003 dalam Sub Dinas PLB Jabar, 2007). Warga negara yang berkelainan tersebut dan masih berusia anak–anak disebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Anak disleksia sebagai bagian dari anak berkebutuhan khusus, tentunya mereka juga berhak memperoleh pendidikan khusus agar dapat berkembang sesuai dengan potensinya.
Dalam proses pendidikan formal, anak disleksia (sebutan umum bagi anak berkesulitan belajar membaca secara khusus) ini banyak ditemui di sekolah reguler (SD), terutama di kelas I, 2 dan 3. Meskipun demikian jumlah pasti anak disleksia di Indonesia khususnya di Jawa Barat belum dapat dipastikan (Sunardi dan Sugiarmin, M., 2001). Prevalensi tentang jumlah siswa yang mengalami kesulitan belajar pada setiap kelas belum bisa diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan 2-10% (Somad, P., 2002:40). Anak berkesulitan belajar keberadaanya sering dianggap sebagai siswa yang berprestasi rendah (underachivers) umumnya kita temui di sekolah reguler (Delphie, B, 2006 :24). Anak disleksia banyak ditemui di sekolah reguler karena kelainan yang mereka miliki tidak kasat mata sehingga mereka bisa diterima di sekolah reguler. Akibatnya keberadaan mereka sering tidak disadari oleh lingkungannya, terutama oleh guru.
Sebagian guru beranggapan, bahwa anak disleksia ini sebagai anak yang bodoh, berprestasi rendah, pemalas, kurang konsentrasi, atau anak nakal. Anggapan itu muncul karena guru tidak paham tentang anak ini, sehingga upaya yang dilakukan oleh guru pun kurang optimal atau tidak sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan anak. Seharusnya sebagai guru yang “mumpuni” adalah guru yang mampu mengorganisir kegiatan belajar mengajar di kelas melalui program pembelajaran individual dengan memperhatikan kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa ( Delphie, B., 2006 :1). Anggapan guru atau tindakan guru yang kurang tepat dapat menambah parah kesulitan belajar membaca yang dialami oleh anak disleksia.
Seharusnya guru memahami dengan benar bahwa mereka memiliki prestasi yang rendah karena kesulitan membaca yang mereka alami sehingga membawa dampak pada penguasaan bidang studi lainnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Lerner (1984 dalam Abdurrahman, M., 2003) bahwa kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi yang dipelajari di sekolah. Jika siswa mengalami kesulitan membaca maka ia akan berkesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Adanya kesulitan membaca akan mengakibatkan ketidakmampuan menangkap pesan-pesan tulisan, padahal hampir semua mata pelajaran pesannya disampaikan melalui (huruf, angka-angka, dan simbol-simbol lain) (Somad, P., 2002). Jadi yang paling awal harus dilakukan adalah mengatasi kesulitan membacanya dahulu.
Selain masalah pemahaman guru yang masih kurang tentang anak disleksia ini, masalah lain adalah masih dirasakan beban tugas guru yang cukup berat. Guru harus mengajar dengan rasio 1:40 (Somad, P., 2002) dan guru juga dituntut peran ganda, disamping mengajar juga sebagai pembimbing (Dikdasmen, 1990/1991 dalam Somad, P., 2002), sehingga dengan kondisi-kondisi tersebut anak berkesulitan membaca belum tertangani secara optimal.
Kesulitan belajar membaca memerlukan perhatian yang serius, sehingga anak yang mengalami kesulitan belajar membaca dapat memahami mata pelajaran lainnya secara lancar. Penanganan kesulitan belajar membaca ini, terutama, harus dilakukan sejak tahap membaca permulaan. Pada tahap tersebut, belajar membaca menjadi sangat penting karena merupakan fondasi untuk belajar membaca pada tahap lebih lanjut. Apabila pada tahap ini anak mengalami kesulitan maka akan berpengaruh pada pelajaran membaca selanjutnya. Seperti yang terjadi pada anak disleksia, mereka sangat banyak memiliki hambatan pada tahap membaca permulaan sehingga tidaklah mengherankan jika ia mendapatkan kesulitan memahami isi bacaan dan menemui kesulitan mengikuti tahap membaca lanjut, hal ini, berdampak pada prestasi belajar.
Anak disleksia sebagai bahan makalah yang dimaksudkan adalah siswa-siswa Sekolah Dasar (SD) yang dalam membacanya sulit membedakan huruf vocal (a, i, u, e, o), terbalik huruf “tedi“ dibacanya “tebi“, menghilangkan kata atau huruf “ibu membeli roti“ dibacanya “ibu beli roti“, sulit membedakan konsonan yang bentuknya mirip “nenas“ dibacanya “memas“, “roti“ dibacanya “rori“ atau “toti“, kondisi itu disebabkan bukan oleh keterbelakangan mental, gangguan emosional, tunarungu, tunanetra, bukan karena hambatan lingkungan, budaya, atau ekonomi.
Oleh karena itu perlu adanya pemikiran tentang penanganan kesulitan membaca permulaan pada anak disleksia ini. Melalui makalah ini munculah pemikiran untuk menangani kesulitan membaca tersebut dengan pengajaran remedial membaca permulaan bagi anak disleksia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
“Bagaimana Pengajaran Remedial Membaca Permulaan Anak Disleksia ?“
Untuk menjawab masalah tersebut, maka diajukan pertanyaan berikut:
a. Bagaimana konsep dasar anak disleksia ?
b. Bagaimana konsep dasar membaca permulaan?
c. Bagaimana bentuk-bentuk kesulitan membaca permulaan anak disleksia ?
d. Bagaimana remedial membaca permulaan anak disleksia ?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh pemahaman mengenai pengajaran membaca permulaan bagi anak disleksia.
2. Manfaat
a. Diharapkan dapat menjawab persoalan pengajaran membaca permulaan bagi anak disleksia
b. Diharapkan hasil pemikiran ini dapat menjadi bahan informasi berkaitan dengan pengajaran remedial membaca permulaan di sekolah, baik di sekolah regular (SD) maupun sekolah luar biasa (SLB).
D. Sistimatika Penulisan Makalah
Untuk mendapatkan gambaran bahasan yang terarah maka sistimatika isi keseluruhan makalah ini terdiri dari :
a. Bab I. Membahas (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan dan manfaat.
  1. Bab II. Kajian teori, mencakup (1) konsep dasar anak disleksia dan membaca permulaan, (2) penerapan remedial terhadap kesulitan membaca anak disleksia.
  2. Bab III. Kesimpulan dan Saran.
E. Ruang Lingkup dan Prosedur Pemecahan Masalah
1. Ruang Lingkup
a. Konsep dasar anak disleksia
b. Kemampuan membaca anak disleksia
c. Konsep dasar membaca permulaan
d. Penerapan remedial membaca
2. Prosedur Pemecahan Masalah
Dalam membahas dan pemecahan masalah dalam makalah ini dengan cara sebagai berikut :
1. Melakukan kajian pustaka yang berkaitan dengan:
a. Konsep dasar anak disleksia.
b. Kemampuan membaca anak disleksia.
c. Gambaran pelaksanaan remedial membaca permulaan bagi anak disleksia.
2. Menyimpulkan masalah pengajaran remedial membaca permulaan bagi anak disleksia.
BAB II
PENGAJARAN REMEDIAL MEMBACA PERMULAAN
BAGI ANAK DISLEKSIA
A. Konsep dasar Anak Disleksia dan Membaca Permulaan
1. Pengertian Anak Disleksia
Anak disleksia merupakan bagian dari anak berkesulitan belajar. Untuk menunjukkan bahwa anak disleksia adalah bagian dari anak berkesulitan belajar, dapat dilihat dari definisi anak berkesulitan belajar (learning diabilities), yaitu anak yang memiliki kesulitan belajar dalam proses psikologis dasar, sehingga menunjukkan hambatan dalam belajar berbicara, mendengarkan, menulis, membaca, dan berhitung, sedangkan mereka ini memiliki potensi kecerdasan yang baik tapi berprestasi rendah, yang bukan disebabkan oleh tunanetra, tunarungu, terbelakang mental, gangguan emosional, gangguan ekonomi, sosial atau budaya (Public Law 94-142, 1997; Delphie, B., 2006:27)
Jadi jelaslah dari definisi di atas disleksia merupakan bagian dari learning disabilities (berkesulitan belajar), karena disleksia menunjukkan adanya kesulitan dalam membaca yang bukan diakibatkan oleh kasus-kasus utama (seperti terbelakang mental, hendaya visual dan pendengaran, kelainan gerak serta gangguan emosional (Delphie, 2006:28)) dan bukan disebabkan oleh gangguan yang merugikan dari lingkungan dan budayanya.
Selanjutnya akan dijelaskan pengertian disleksia secara harfiyah, peristilahan dan dari beberapa ahli. Secara harfiyah disleksia (dyslexia) berarti tidak mampu membaca. Menurut Reid & Hresko (M.Sodiq A. 1996:3). Disleksia berarti suatu kesulitan pada membaca. Sedangkan Hornsby (M.Sodiq A, 1996:3) menyatakan bahwa kata disleksia berarti kesulitan pada kata-kata atau bahasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa disleksia merupakan suatu kondisi atau bentuk kesulitan belajar membaca, kesulitan belajar membaca kata atau bahasa yang disebabkan oleh gangguan saraf pusat.
Secara terminologi, istilah disleksia dirujukan pada kesulitan belajar membaca tingkat berat sampai amat berat pada diri seseorang. Mengingat konsep disleksia seperti itu, maka terdapat berbagai pengertian disleksia yang satu sama lain kadang-kadang terkesan kontroversi. Hal ini dimungkinkan oleh berbagai alasan, diantaranya: (a) didasarkan pada orientasi dan titik pandang yang berbeda-beda, dan (b) bermuara pada luas sempitnya wawasan pengetahuan dan pengalaman pengusulnya.
Terdapat beberapa pengertian disleksia yang dikemukakan para ahli seperti berikut.
a. Disleksia merujuk pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun penglihatan, pendengaran. Inteligensinya normal, dan ketrampilan usia
bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat faktor neurologis dan tidak dapat diatributkan pada faktor kedua, misalnya Iingkungan atau sebab sebab sosial (Corsini,1987).
b. Disleksia sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang berinteligensi normal dan bermotivasi cukup, berlatar belakang budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan serta tidak bermasalah emosional (Guszak,1985).
c. Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen­-komponen kata dan kalimat, yang secara historis menunjukan perkembangan bahasa lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan mengeja serta berkesulitan dalam mempelajari sistem representasional misalnya berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. ( Bryan & Bryan dikutif Mercer,1987).
d. Disleksia adalah bentuk kesulitan belaiar membaca dan menulis terutama belajar mengeja secara betul dan mengungkapkan pikiran secara tertulis dan ia telah pernah memanfaatkan sekolah normal serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran-mata pelajaran lainnya ( Hornsby dalam Sodiq, 1996:4)
Jadi pengertian disleksia adalah suatu tipe atau bentuk kelainan membaca yang disebabkan oleh faktor-faktor neurologis, genetika, dan psikologis dasar, tapi umumnya mereka ini cukup cerdas yang ditandai oleh skor IQ rata-rata/ normal atau di atas rata-rata. Untuk penanganannya membutuhkan keterlibatan para ahli selain guru yang bersangkutan, seperti ahli pendidikan khusus dan psikolog, Wikipedia (2007) menambahkan, anak disleksia memiliki kesulitan dalam mengasosiakan antara bentuk huruf dengan bunyinya dan mereka juga sering terbalik atau kebingungan terhadap huruf-huruf tertentu.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa anak disleksia adalah anak yang mengalami kesulitan belajar membaca yang disebabkan oleh faktor neurologis, genetika, dan psikologis dasar, serta sering menunjukkan kesulitan dalam mengasosiasikan antara bentuk huruf dan bunyinya dan mereka juga sering terbalik atau kebingungan terhadap huruf-huruf tertentu, tetapi mereka memiliki kecerdasan di atas rata-rata bahkan ada di atas rata-rata.
2. Karakteristik Anak Disleksia
Karakteristik anak disleksia amat bervariasi tergantung masalahnya. Sodiq (1996: 5) memberikan karakteristik anak disleksia sebagai berikut: (1) membaca lamban, turun naik intonasinya, dan kata demi kata; (2) sering membalikan huruf-huruf dan kata-kata; (3) mengubah huruf pada kata; (4) kacau terhadap kata-kata yang hanya sedikit berbeda susunannya misalnya: bau, buah, batu, buta; dan (5) sering menebak dan mengulangi kata-kata dan frasa .
Pada anak disleksia kesalahan-kesalahan membaca oral tersebut sering disertai oleh kelainan bicara, yaitu: (1) gangguan artikulasi, (2) gagap, dan (3) pembalikan konsep waktu dan ruang misalnya kacau terhadap konsep belakang dan muka,atas bawah, kemarin dan besok. Selain itu pada anak disleksia sering juga ditandai adanya bentuk kesalahan mengeja dan kesalahan tulis, misalnya jika didiktekan kata pagar maka ditulis papar.
Berkaitan dengan berbagai bentuk kesalahan dan problem yang dimiliki oleh anak disleksia tersebut, Gearheart (1984) menyatakan disleksia merupakan kesulitan membaca berat yang disertai oleh gangguan persepsi visual dan problem-problem dalam menulis misalnya perbalikan dan tulisan cermin (mirror writing).
Menurut Ekwall & Shanker 1988 (dalam M.Sodia, A, 1996:6) ada beberapa simtom berkaitan dengan kasus kesulitan belajar membaca berat (disleksia):
a. Pembalikan huruf dan kata,misalnya membalikan huruf b dengan d; p dengan a, u dengan n; kata kuda dengan daku palu dengan lupa; tali dengan ilat; satu dengan utas.
b. Pengingatan pada kata mengalami kesulitan atau tidak menentu (eratik)
c. Membaca ulang oral (secara lisan) tak bertambah baik setelah menyusul
d. Membaca tanpa suara (dalam hati) atau membaca oral (secara lisan) yang pertama
e. Ketidak sanggupan menyimpan informasi dalam memori sampai waktu diperlukan
e. Kesulitan dalam konsentrasi
i. Koordinasi motorik tangan-mata lemah
j. Kesulitan pada pengurutan
k. Ketaksanggupan bekerja secara tepat
l. Penghilangan tentang kata-kata dan prasa
m. Kekacauan berkaitan dengan membaca secara lisan (oral) misalnya tak mampu membedakan antara d dan p
n. Diskriminasi auditori lemah
o. Miskin dalam sintaksis (ilmu tata bahasa), gagap, dan bicara terputus-putus
p. Prestasi belajar dalam berhitung tinggi dari pada dalam membaca dan mengeja
q. Hyperaktivitas.
Sementara itu Guszak ( dalam M.Sodik A, 1996: 6) mengemukakan ciri-­ciri anak disleksia sebagai berikut:
a. Membalikan huruf atau kata
b. Kesulitan/tak mampu mengingat kata
c. Kesulitan/tak mampu menyimpan informasi dalam memori d. Sulit berkonsentrasi.
e. Sulit dalam melihat keterhubungan (relationship),
f. Impulsif.
g. Sulit melakukan koordinasi tangan-mata,
h. Sulit dalam segi mengurutkan,
i. Membaca lambat,
j. Penanggalan kata, frasa dan sebagainya,
k. Kekacauan membaca secara oral,
l. Hyperaktif, dan
m. Kinerja matematika secara signifikan lebih tinggi dari pada kinerja membaca
3. Faktor Penyebab
Penyebab utama disleksia adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis. Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain:
a. Faktor genetik
b. Luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen
c. Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan syaraf pusat)
d. Biokimia yang merusak otak (misalnya zat pewarna pada makanan), pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam), gizi yang tidak memadai
e. Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan)
Dari berbagai penyebab tersebut dapat menimbulkan gangguan dari tarap yang ringan hingga tarap berat.
4. Kemampuan Membaca Anak Disleksia
Kemampuan membaca erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa, sementara itu kemampuan berbahasa berhubungan dengan intelegensi/kecerdasan. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa anak disleksia ini memiliki kecerdasan rata-rata bahkan ada yang di atas rata-rata. Disisi lain Wiki (2007) berpendapat bahwa mereka itu cukup cerdas dan cukup lancar dalam bicara. Artinya mereka ini seharusnya tidak memiliki kesulitan ketika belajar membaca, tapi kenyataannya meskipun cerdas dan bicaranya cukup lancar mereka mengalami kesulitan belajar membaca. Tingkat kemampuan membaca, menulis ekspresif dan mengejanya berada di bawah rata-rata teman seusianya.
Pada saat membaca mereka menunjukkan adanya tanda-tanda kesulitan membaca sebagai berikut: (1) membaca lamban, turun naik intonasinya, dan kata-demi kata, (2) sering membalik huruf-huruf dan kata-kata, Contohnya b dengan d, p dengan q, u dengan n, kuda dengan daku, palu dengan lupa, tali dengan ilat, papa dibaca dada (3) pengubahan huruf pada kata, misalnya baju menjadi baja, batu menjadi bata, (4) kacau terhadap kata-kata yang hanya sedikit berbeda susunannya, misalnya: bau, buah, batu, buta, (5) sering menebak dan mengulangi kata-kata dan frasa, (6) menghilangkan sebagian huruf (omission), (7) menambah huruf (addition), (8) terbalik huruf (reversal), (9) tidak menguasai penggunaan tanda baca, misalnya tanda titik (.), tanda koma (,), tanda tanya (?), tanda seru (!) dan (10) kesulitan dalam memahami isi bacaan (Reid dan Hresko 1981:232-233; Shodiq, 1996:5; Somad, P., 2002:40; Abdurrahman, 2003:205; Suherman, 2005:84).

5. Konsep Dasar Membaca Permulaan
Pengajaran membaca secara umum dapat dibagi kedalam dua tahapan, yaitu pengajaran membaca permulaan dan pengajaran membaca lanjut. Adapun pengertian membaca permulaan menurut Dalwadi (2002) adalah tahap awal dalam belajar membaca yang difokuskan kepada mengenal simbol-simbol atau tanda-tanda yang berkaitan dengan huruf-huruf , sehingga menjadi pondasi agar anak dapat melanjutkan ke tahap membaca lanjut. Sedangkan tahap membaca lanjut adalah anak tidak sekedar mengenal simbol atau tanda-tanda tapi sudah mulai mempergunakannya untuk membaca kata atau kalimat sehingga anak memahami apa yang dibacanya (Amin, 1995 : 211).
Pada tahap membaca permulaan, anak membaca huruf atau kata tidak lagi terlalu tergantung pada lingkungan. Pada tahap ini anak masih perlu bantuan seperlunya selama membaca. Bantuan yang diberikan umumnya berupa konkretisasi kata yang dibaca, misalnya ketika anak membaca kata “buku” ditunjukkan wujud bukunya atau gambar buku ada di samping atau di bawah tulisan buku.

MENANGANI ANAK HIPERAKTIF DI KELAS

Oleh Iim Imandala, S.Pd.
(dipublikasikan juga di http://iimimandala.blogspot.com)
hyperactive-child“Aduh anak ini ga bisa duduk diam di bangku, jalan-jalan terus” Demikian sedikit keluhan dari seorang guru kelas satu SD (Sekolah Dasar) yang mengeluhkan anak didiknya karena anak itu jalan-jalan terus di kelas. Akibat tidak bisa duduk diam banyak tugas-tugas belajarnya tidak selesai atau tidak dikerjakan. Teman-temannya pun menganggap ia anak nakal dan pemalas.
Perilaku yang digambarkan di atas merupakan sedikit contoh dari perilaku anak hiperaktif. Sebagai guru kita harus waspada terhadap gangguan perilaku hiperaktif itu. Mewaspadai perilaku hiperaktif ini menjadi penting karena perilaku hiperaktif jika tidak diwaspadai dan tidak ditangani dengan tepat maka akan merugikan/mengganggu lingkungan belajar juga merugikan diri anak itu sendiri.
Agar lebih waspada kita kenali terlebih dahulu karakteristik anak hiperaktif. Berdasarkan kajian dari berbagai ahli anak hiperaktif memiliki tiga karakteristik utama, yaitu (1) rentang perhatian yang kurang sehingga anak mudah lupa, tugas tidak tuntas, cenderung menghindari tugas, sulit mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain (2) memiliki perilaku impulsif yang menyebabkan anak ini sulit diterima temannya karena sering merebut barang miliki orang lain/temannya, sering memotong pembicaraan, banyak bicara, mengganggu teman (3) selalu bergerak sulit untuk duduk diam/tenang memperhatikan, aktivitas motorik yang berlebihan, sulit mengatur kegiatan.
Berdasarkan karakteristik di atas maka jika di kelas terdapat anak hiperaktif dapat dibayangkan bahwa anak itu akan menjadi gangguan dalam proses belajar mengajar, sementara guru sendiri sudah cukup sibuk untuk memperhatikan anak-anak lain. Kesibukan guru akan semakin bertambah dengan hadirnya anak hiperaktif yang membutuhkan perhatian atau bimbingan yang lebih dari guru. Namun demikian sebagai guru yang baik tentunya akan mencari solusi terbaik untuk mengatasi gangguan perilaku hiperaktif pada anak didiknya.

Jutaan Anak di Indonesia Berkebutuhan Khusus

anak-anak
anak-anak
YOGYAKARTA – Diperkirakan antara 3 – 7 persen atau sekitar 5,5 – 10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. “Apabila ditambah dengan anak-anak yang menggunakan kacamata, jumlahnya akan lebih banyak lagi,” ungkap Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta di gedung senat perguruan tinggi itu, Kamis (28/5). Secara global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7 persen populasi dunia, kurang lebih 80 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses pelayanan.
Istilah anak berkebutuhan khusus, kata dia, adalah klasifikasi untuk anak dan remaja secara fisik, psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap. Anak berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, pendidikan inklusi, dan kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan sosial. “Selama dua dekade terakhir istilah anak cacat telah digantikan dengan istilah anak dengan kebutuhan kesehatan khusus,” jelasnya.

Menurut Sunartini, istilah anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus sebagai pengganti istilah anak cacat. Ini dinilainya manusiawi, tapi di Indonesia belum disepakati. Karena itu perlu ditetapkan dalam peraturan perundangan agar dapat dimasukkan sebagai program yang diutamakan di berbagai departemen yang berkaitan. Namun dia mengakui, masalah anak dengan kebutuhan khusus di bidang kesehatan belum menjadi prioritas, masih kalah dengan penyakit infeksi dan berbagai keadaan kurang gizi.
Selain itu, ia menambahkan, sampai saat ini terjadi keterbatasan dan belum disediakannya fasilitas khusus seperti jalan yang bisa dilalui kursi roda, jalan yang aman bagi anak dengan palsi serebral, jalan yang dibuat khusus bagi anak tuna netra hingga bisa mandiri sampai tujuan. Penggunaan jalan seringkali menyebabkan kesulitan bagi anak berkebutuhan khusus. Demikian juga fasilitas kesehatan, masih sukar dicapai para penyandang cacat, di samping petugas kurang tanggap.
Sunartini mengatakan, menghadapi terjadinya anak berkebutuhan khusus karena penyimpangan perkembangan otak, langkah yang paling tepat adalah mengenali atau mendeteksi dini kelainan yang ada, baik oleh penolong persalinan, tenaga kesehatan, serta masyarakat, terutama orangtua dan keluarganya. Setelah itu, diikuti penanganan atau intervensi dini, baik secara promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
Banyak faktor penyebab gangguan pembentukan dan perkembangan otak anak sejak saat pembuahan, lahir, saat bayi, masa anak sampai remaja. Pada awal kehamilan terutama minggu kedua sampai keenambelas di saat pembentukan organ ada berbagai hal yang dapat menyebabkan pembentukan otak tidak sempurna atau rusak antara lain karena kekurangn gizi dan mikronutrien seperti iodium, zink, selenium, kekurangan asam folat, obat-obatan teratogenik seperti obat peluntur haid. Juga obat penenang seperti talidomid, keracunan logam berat seperti Hg atau Pb, infeksi intra uterin seperti TORCH dan kekerasan karena usaha pengguguran dengan pijatan.

ASESMEN MEMBACA-MENULIS-BERHITUNG, BAGI ANAK TUNAGRAHITA

ASESMEN MEMBACA-MENULIS-BERHITUNG
BAGI ANAK TUNAGRAHITA

Oleh Iim Imandala, S.Pd.


A. Pengertian Asesmen
Asesmen adalah proses yang sistimatis dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu. Mengumpulkan informasi yang relevan, sabagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan, dan menerapkan seluruh proses pembuatan keputusan tersebut (Mcloughlin and Lewis, 1986:3; Rochyadi & Alimin 2003:44; Sodiq, 1996; Fallen dan Umansky, 1988 dalam Sunardi dan Sunaryo, 2006:80).
Asesmen ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan asesmen formal dan asesmen informal. Asesmen formal adalah asesmen dengan menggunakan tes standar yang sudah disusun sedemikian rupa oleh para ahli sehingga memiliki standar tertentu, sedangkan tes informal adalah penilaian dengan menganalisis hasil pekerjaan siswa atau dengan tes buatan guru (McLoughlin dan Lewis, 1986; Mercer dan Mercer, 1989; Abdurrahman, W., 2003:265; Wardani, 2007:8.25 ).
Adapun langkah-langkah untuk melakukan asesmen Widati (2003:5) sebagai berikut melakukan identifikasi, menetukan tujuan asesmen, mengembangkan alat asesmen, dan penafsiran hasil asesmen.

B. Langkah-langkah Melakukan Asesmen
Dalam penyusunan asesmen ini ada beberapa tahapan yang meliputi kegiatan identifikasi, tujuan asesmen, pengembangan alat asesmen, pelaksanaan , penafsiran hasil asesmen.
1. Identifikasi
Identifikasi disini adalah menentukan anak tunagrahita yang akan diasesmen. Identifikasi dapat dilakukan melalui pengamatan/observasi yang cermat mengenai perilaku anak tunagrahita saat belajar dan menganalisis hasil kerja anak. Identifikasi harus menghasilkan siapa yang akan diasesmen dan dalam aspek apa asesmen itu perlu dilakukan.

PENANGANAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Oleh Iim Imandala, S.Pd.
  1. Definisi Anak Berkesulitan Belajar
Anak berkesulitan belajar (learning diabilities), yaitu anak yang memiliki kesulitan belajar dalam proses psikologis dasar, sehingga menunjukkan hambatan dalam belajar berbicara, mendengarkan, menulis, membaca, dan berhitung, sedangkan mereka ini memiliki potensi kecerdasan yang baik tapi berprestasi rendah, yang bukan disebabkan oleh tunanetra, tunarungu, terbelakang mental, gangguan emosional, gangguan ekonomi, sosial atau budaya (Public Law 94-142, 1997; Delphie, B., 2006:27)
  1. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Definisi
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok (Abdurahman, 2003:11), yaitu:
(a) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (b) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar yang berhubungan dengan pekembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegaglan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan/atau matematika.
Dalam kesempatan ini kita akan membahas “Bagaimana Meangani anak berkesulitan belajar akademik?”. Berkesulitan belajar akademi sering disebut pula sebagai specific learning disabilities.
ANAK BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA
(DISLEKSIA)
Definisi Anak Bekesulitan Belajar Membaca
Disleksia menunjuk kepada anak yang tidak dapat membaca sekalipun penglihatan, pendengaran, dan intelegensinya normal (bahkan ada yang intelegensinya di atas rata-rata) serta keterampilan bahasanya sesuai. Disleksia ini akibat faktor neurologis
dan tidak dapat diatributkan pada faktor kedua misalnya lingkungan atau sebab-sebab sosial.
Karakteristik
    1. Membaca lamban, turun naik intonasinya, dan membaca kata demi kata,
    2. Sering membalik huruf dan kata-kata,
    3. Pengubahan huruf pada kata,
    4. Kacau terhadap kata-kata yang hanya sedikit berbeda susunannya misalnya: bau, buah, batu, buta,
    5. Sering menebak dan mengulang kata-kata dan frase.
Asesmen
Menandai letak kesulitan
Beberapa Kemungkinan Letak Kesulitan :
    • Kesulitan membaca atau memahami suatu kata
    • Huruf terbalik/tertukar
    • Penghilangan kata/suku kata
    • Menebak kata
    • Menambahkan kata
    • Pengulangan pembacaan
    • Lambat
    • Sulit menangkap isi bacaan
Catat hasil asesmen ke dalam format

SLOW LEARNER

Oleh Iim Imandala, S.Pd.
Siapakan slow learner itu?
Slow learner atau anak lambat belajar adalah mereka yang memiliki prestai belajar rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi mereka ini bukan tergolong anak terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004; Wiley, 2007). Dengan kondisi seperti demikian, kemampuan belajarnya lebih lambat dibandingkan dengan teman sebayanya.
Bagaimanakan kemampuan mereka?
Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan lain, dianataranya kemampuan koordinasi (kesulitan menggunakan alat tulis, olahraga, atau mengenakan pakaian). Dari sisi perilaku, mereka cenderung pendiam dan pemalu, dan mereka kesulitan untuk berteman. Anak-anak lambat belajar ini juga cenderung kurang percaya diri. Kemampuan berpikir abstraknya lebih rendah dibandingkan dengan anak pada umumnya. Mereka memiliki rentang perhatian yang pendek.

UASBN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Oleh Iim Imandala, S.Pd.*
sekolah
sekolah
Dengan diberlakukannya pendidikan inklusif di Jawa Barat sejak tahun 2003 maka anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh hak pendidikan di sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Apabila sekolah yang terdekat itu adalah sekolah reguler sedangkan ke SLB cukup jauh, maka sekolah reguler harus menerima anak berkebutuhan khusus itu untuk memperoleh hak pendidikan formalnya.
Hingga saat ini sudah banyak sekolah reguler (SD/SMP/SMA) yang telah menerima anak berkebutuhan khusus. Dibeberapa wilayah, khususnya di wilayah Kabupaten Bandung, menurut Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Inklusif Kab. Bandung tercatat hampir 90% Sekolah Dasar Negeri (SDN) telah menerima anak berkebutuhan khusus. Data ini belum termasuk data dari wilayah lain di lingkup Provinsi Jawa Barat, tentunya akan diperoleh akumulasi data yang cukup banyak mengenai sekolah reguler yang telah menerima anak berkebutuhan khusus.
Sebagian data tersebut dapat mencerminkan keberhasilan pendidikan inklusif di Jawa Barat. Namun demikian keberhasilan tersebut menyisakan permasalahan di antaranya adalah ketika anak berkebutuhan khusus yang berada di sekolah reguler harus mengikuti UASBN. Bagi anak berkebutuhan khusus yang high functioning atau tidak mengalami hambatan mental/kecerdasan seperti tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan tunalaras dapat mengikuti UASBN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya bagi anak berkebutuhan khusus yang low functioning atau yang mengalami hambatan mental/kecerdasan dan mereka sudah terdaftar sebagai peserta UASBN. Bagi mereka ini tentunya akan menjadi persoalan ketika harus mengikuti UASBN dengan soal yang sama seperti anak-anak lain pada umumnya, sedangkan kemampuan mereka tidak memadai untuk itu. Kondisi ini merupakan permasalahan yang perlu dicarikan solusinya oleh kita bersama.
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai solusi untuk mengatasi UASBN bagi anak berkbutuhan khusus low functioning, pertama, sekolah reguler yang menerima anak berkebutuhan khusus harus memberikan keterangan peserta UASBN yang tergelong pada anak berkebutuhan khusus. Keterangan ini berguna untuk menentukan soal mana yang akan digunakan. Kedua, sekolah bersama dinas pendidikan kabupaten/kota madya bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui Bidang Pendidikan Luar Biasa (PLB) untuk melakukan identifikasi dan asesmen. Identifikasi dan asesmen ini penting dilakukan agar diperoleh data yang akurat mengenai kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus sehingga dapat menjadi dasar dalam pembuatan soal.

Anak Berkebutuhan Khusus – Jangan Sisihkan Anak-anak “Down Syndrome” Itu…

Meski anak-anak down syndrome memiliki keterbatasan, mereka tetap mampu berprestasi. Karena itu, anak-anak down syndrome perlu perhatian, didampingi, dan jangan disisihkan.
“Semua anak haruslah dianggap sama. Janganlah mereka disisihkan. Sebaiknya mereka pun dibekali keterampilan,” kata Ny Mufidah Jusuf Kalla saat hadir pada acara wisuda lulusan SD, SMP, dan alumni Sekolah Luar Biasa (SLB) Dian Grahita, Jakarta, Senin (6/8).
Menurut suster Joanni, Kepala SLB Dian Grahita, wisuda ini sangat berarti bagi anak-anak down syndrome. “Inilah bukti cinta orangtua dan sekolah kepada anak-anak kami. Mudah- mudahan ini titik awal. Saatnya masyarakat menerima dan mencintai anak-anak kami,” katanya.
Down syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom yang ke-21. Manusia memiliki 23 pasang kromosom. Pada anak down syndrome, kromosom mereka yang ke-21 tidak sepasang (dua), melainkan tiga kromosom (trisomi). Dengan kata lain, down syndrome adalah gangguan genetik.
Pada wisuda hari Senin lalu, ada 30 anak yang diwisuda. Tujuh anak adalah lulusan SD, 11 lulusan SMP, dan 12 anak adalah alumnus SLB Dian Grahita. Mengenakan jubah dan toga berwarna ungu, mereka sangat antusias mengikuti acara wisuda yang dimeriahkan tari-tarian dari rekan-rekan mereka.

Kiat Bermain Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Anak dengan kebutuhan khusus perlu diperhatikan dengan khusus pula. Agar perkembangannya sesuai dengan yang diharapkan, inilah kiat yang pas untuk anak balita berkebutuhan khusus.
  • Ketika bermain bersama, dorong balita untuk berbicara.
  • Gunakan satu mainan pada satu waktu.
  • Lantai dapat dipilih untuk tempat bermain yang aman.
  • Gunakan kata-kata yang nyata sebanyak mungkin.
  • Lakukan aktivitas yang ekspresif, seperti mengucapkan kata-kata dengan frasa-frasa pendek, melatih kalimat singkat, dan membaca keras-keras.
  • Sesuaikan permainan dengan tingkatan si kecil.
  • Jangan memaksa si kecil untuk bermain, ketika si kecil terlihat lelah atau frustasi.
  • Ajari si kecil bertingkah laku dengan anak lain: menunggu giliran, adil, tidak menyakiti siapapun.
  • Dorong si kecil untuk bertukar mainan, ajarkan untuk tidak merebut mainan dari anak lain.
  • Gunakan mainan yang sesuai dengan karateristik si kecil.
Sumber : http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Psikologi/Balita/kiat.bermain.bagi.anak.berkebutuhan.khusus/001/007/262/22/3

Dampingi Anak Berkebutuhan Khusus

PERLU perhatian khusus untuk membesarkan anak berkebutuhan khusus. Bila dibimbing secara maksimal, mereka bisa tumbuh seperti anak normal lainnya. 

Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat jumlahnya. Pada Hari Autis Sedunia yang jatuh pada 8 April lalu diketahui bahwa prevalensi anak berkebutuhan khusus saat ini mencapai 10 anak dari 100 anak. Berdasarkan data ini menunjukkan 10 persen populasi anak-anak adalah anak berkebutuhan khusus dan mereka harus mendapatkan pelayanan khusus. 

Anak yang dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik, komunikasi, autisme, traumatic brain injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki bakat khusus. 

"Mereka secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai aktualisasi potensinya secara maksimal," ucap Dra Psi Heryanti Satyadi MSi saat acara seminar bertema "Mengatasi Anak Berkebutuhan Khusus/Special Needs" yang diselenggarakan KiddyCuts.

Psikolog yang berpraktik di Jalan Paku Buwono VI Nomor 84 Kebayoran Baru ini juga mengatakan, eningkatnya populasi anak berkebutuhan khusus ini salah satunya karena perubahan gaya hidup. "Banyak penyebab meningkatnya angka populasi ini. ang pertama adalah karena semakin banyaknya orang yang peduli terhadap anak berkebutuhan khusus dan adanya perubahan gaya hidup yang memang berbeda pada zaman dulu," ujarnya psikolog dari I Love My Psychologist ini.

Di zaman sekarang ini, banyak orang tua yang hanya memiliki sedikit waktu untuk keluarga. Hal tersebut juga berdampak pada anak-anak yang menjadi kurang perhatian, terutama pada anakanak yang berkebutuhan khusus. "Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya," papar psikolog yang berpraktik di Kawasan Kelapa Gading ini.

Penyebab seorang anak mengalami keterbelakangan mental ini disebabkan beberapa hal. Antara lain dari dalam dan dari luar. Jika dari dalam adalah karena faktor keturunan.

Dukungan Tulus bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Rabu, 7/4/2010 | 09:51 WIB
KOMPAS.com - Sam Dawson adalah seorang pria penyandang autisme yang secara mandiri menjalani hidupnya dan bekerja pada sebuah kedai kopi. Menariknya, hidup Sam pun berubah saat memiliki anak. Walaupun memiliki keterbatasan, dia terus berdedikasi menjadi ayah yang baik, yang mampu membesarkan anaknya dengan upaya dan perjuangan keras.

Itulah cerita I am Sam, film keluarga yang dirilis tahun 2001 dan dibintangi Sean Penn, aktor kawakan Amerika. Ceritanya mampu menggambarkan bagaimana seorang penyandang autisme hidup berdampingan dengan masyarakat bahkan mampu bersosialisasi. Anak autisme atau berkebutuhan khusus, bisa mandiri apabila orang-orang di sekitarnya mau menerima dan mendukungnya.

Definisi
Menurut situs Yayasan Autisme Indonesia, autisme bukanlah penyakit, tapi merupakan gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi pervasif ini terjadi pada aspek neurobiologis otak dan memengaruhi proses perkembangan anak. Akibatnya, anak tidak dapat otomatis belajar berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dia seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.

Dari tahun ke tahun, jumlah anak penyandang autisme terus bertambah di dunia. Tidak pandangan suku, ras, etnis, kelompok masyarakat, dan perbedaan fisik, autisme bisa terjadi pada siapa pun. Seperti informasi dari situs Autismworld, diperkirakan setiap hari ada 50 anak yang terdiagnosa autisme. Penyandangnya lebih banyak laki-laki dibanding anak perempuan dengan perbandingan 4:1.

Deteksi Autisme
Observasi perilaku bisa mulai dilakukan saat anak-anak masih berusia dini di bawah umur tiga tahun atau saat bayi sekalipun. Biasanya, para orangtua mulai merasakan ada kejanggalan dibandingkan anak-anak seumurnya. Danny Tania, Program Manager & Acting Principal Linguistic Council, memaparkan bahwa untuk membantu mendeteksi anak mengalami autisme atau tidak, bisa dilihat dari sensory processing disorders, baik berupa over sensitive atau under sensitive.

Anak-anak penyandang autisme umumnya mengalami suatu hambatan dan kerusakan fungsi bagaimana mereka memroses panca indera dari lingkungan sekitar. Akibatnya, anak penyandang autisme cenderung bersikap aneh, misalnya menarik

Konsultasi : Anak Tidak Mau Sekolah Karena Sering Diejek

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Bagaimana menyuruh anak saya masuk sekolah karena sudah seminggu ini tidak mau alasannya kawan-kawannya sering mengejek dan dia tidak tahan sehingga ingin pindah sekolah terus.
(Icha, Jakarta)

Jawaban:

Wa'alaikumsalam Wr. Wb.
Subhanallah ibu Icha, bila anak ibu tidak masuk sekolah seminggu, mudah-mudahan ketika surat ini sampai pada ibu, anak ibu sudah sekolah kembali ya. Kalau saya memiliki kemampuan ingin rasanya datang dan berjumpa anak ibu dalam memberikan motivasi, masalah dia diejek oleh kawan-kawannya memang akan mendatangkan rasa tidak nyaman. Hal ini yang dapat kita namakan bullying, dimana seringkali hal ini dilakukan oleh sekelompok anak, terhadap satu anak yang dianggap berbeda. Oleh karena itu yang harus dilakukan oleh kita sebagai orangtua adalah: bersikap akomodatif kepada anak, agar dia mau bercerita dan mengeluhkan permasalahannya dan setelah itu, kita harus mendatangi sekolah dan minta bantuan kepada kepala sekolah dan guru untuk mengatasi masalah ini. Hal ini memang agak sulit mengatasi bullyiing, karena terjadi dimana mana dan pelakunya seringkali bersikap innocent dan tidak atau jarang sekali tertangkap tangan. Saya rasa kita

Konsultasi : Anak Gagap Bicara

Assalamu'alaikum Bunda,
Pertanyaan saya singkat saja Bunda, Anak saya M.Fadlan 4y8m kalo bicara agak gagap seperti mengulang sebagian suku kata didepannya. Mengapa hal tersebut bisa terjadi dan apa solusinya ? Saya khawatir hal tersebut akan terbawa hingga dia remaja bahkan sampai dewasa. Dan apakah ada faktor keturunan sebab saya pun, ketika masih kecilnya berbicara persis seperti anak saya sekarang? Demikian Bunda, atas jawaban dan penjelasannya saya ucapkan terima kasih.

Wassalam,
Dani
 
Jawab :
 
Wa'alaykumsalam Wr. Wb.,
 
Pak Dani, subhanalloh..bapak sangat perhatian terhadap anak, jarang lho..bapak-bapak yang bertanya dirubrik konsultasi ini, memang anak yang dekat dengan ayahnya akan membuat anak menjadi lebih pandai, lebih berani dan berhasil dalam pergaulan karena ada ”super hero” disampingnya. Mengenai anak bapak yang dalam hal ini sulit untuk bicara ada banyak faktor pak, bisa juga situasi keturunan, maksudnya bila dalam keluarga ada yang bicara gagap, anak menjadi terikut. Bisa juga anak gagap karena takut pada sesuatu, atau dia gagap karena selama ini sering dimarahi atau sering dibentak, nah hal ini bisa menjadi pertimbangan buat bapak untuk mencarikan orang terdekat seperti guru atau baby siter dan tentu saja ayah ibunya untuk bersikap ‘mendukung‘ dan memberinya rasa nyaman agar dia merasa confidence untuk bicara apapun. Hal lain dalam mencari solusi sebaiknya bapak atau orang terdekatnya tidak membahas lagi kegagapannya dan latihlah bicara dan

Konsultasi : Anakku Sangat Tergantung Padaku

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
 
Anak pertamaku perempuan, berusia 5 thn. Hingga kini semacam ada perasaan takut kehilangan diriku,yang pada akhirnya ia tidak mau berpisah dariku kecuali saat sekolah. Ia hrs ikut kemanapun aku pergi, meski cuma ke warungnya yang jaraknya hanya limabelas langkah dari rumah. Shalat, makan, tidur, hanya mau bersamaku, suka menolak bila diajak ayahnya. Ada kalanya aku hrs beraktivitas di luar rumah yg merepotkan bila membawa anak, tapi ia tdk mau ditinggal. Pernah kucoba meninggalkannya bersama pengasuhnya akhirnya ia mogok sekolah. Perlakuan apa yang tepat untuknya. Ia sdh punya adik berusia 3 thn dan segera akan memiliki adik baru lagi. Saya khawatir kerepotan jika ia terus bersikap seperti itu
 
Evvy
Jawab
 
Wa’alaikumsalam Wr. Wb.,
 
Mbak evvy...ihhh...kalau saya jadi mbak pasti saya senang banget ada yang ngikutin, seperti punya asisten, karena setelah anak perempuan kita menjadi anak remaja dan dia sudah main dan gaul dengan kawan-kawan, hal ini membuat kita merasa rindu dengannya. Dan biasanya ketika anak sudah remaja, kalau diajak kemana-mana dia tidak mau, dan rasanya pingin sekali punya anak kecil lagi yang selalu ngikuti kita. Mungkin saya pikir dinikmati saja bu, dan ajak saja dia kemana-mana, asalkan diam dan menurut pada ibu, namun berikan syarat, bila sekarang ikut ibu, namun bila sekolah harus masuk dalam kelas.
 
Soal repot, ajarkan saja kemandirian sehingga bila kemana-mana ada anak ibu yang perempuan ini bisa menjadi asisten ibu untuk menjaga adik-adiknya. Dia bisa menjadi asisten ibu untuk mengambilkan apa-apa yang ibu rasa lelah bila harus berjalan mengambilnya, misal: ambil sisir, ambil peniti. Jadi saran saya, jangan disakiti hatinya dengan ”mengusir” dia dari ibu, rasa ketergantungan itu malah manjadi bagus ketika sudah remaja dan beranjak dewasa dia akan berfikir, mamaku lebih nyaman daripada kawan-kawanku, dan ibu tak akan kesulitan lagi menjaga anak perempuan ibu. Karena dia selalu ada di dekat ibu.
Semoga tetap sabar ya bu, saya jadi iri loh...
 
Sumber : http://jisc.eramuslim.com/konsultasi/display/93-anakku-sangat-tergantung-padaku

Konsultasi : Ada Apa Dengan Anakku

Assalamu'alaikum Wr. Wb.,
Mungkin ada yang pernah atau tahu kasus ini, anak saya (2th 9 bln) sejak umur 1,5 tahun kakinya sering kram ini terjadi setiap bulan dan bisa sampai 2 minggu berturut-turut. Tapi dia tidak merasa kesakitan (ukurannya menangis) kalau posisi berdiri dia akan menyilangkan kakinya dan telapak kaki seperti penari balet (tidak menapak tapi dg ujung kaki). Usaha ke dokter sudah sampai dokter autis (karena anaknya hiperaktif) dan syaraf di Surabaya. Hasilnya tidak ada indikasi syaraf yang terganggu tapi dokter juga belum tahu kenapa, yang saya bingungkan sampai saat ini anak saya masih belum bisa berbicara lancar, misalnya berbicarapun tidak bisa panjang 1 kalimat, paling 2 atau 3 kata saja. Dulu sebelum di caesar saya sempat 2 hari diinduksi, apa ada pengaruhnya? Asi diberikan hanya 3 bulan, setelahnya tidak maksimal (berkurang). Mungkin ada yang tahu solusinya saya harus bagaimana? demikian terima kasih.
wassalam
Meinarni

Jawab

Wa'alaykumsalam Wr. Wb.,
Mbak Meinarni yang manis, kalau anak kita ada masalah yang tak lazim dan mbak sudah berusaha ke dokter bahkan dari dokterpun ternyata tidak ada jawaban yang cukup signifikan bahkan dikatakan baik-baik saja, ada baiknya mbak sangat bersabar dan tidak terlalu dipikirkan, didik dia sacara normal dan banyak

Konsultasi ; Anak Berkebutuhan Khusus

Ibu yang baik, Assalammu'alaykum warrahmatullaahi wabarakaatuh.
Ijinkan saya memperkenalkan diri saya, nama saya Yanti baru hari ini saya membuka tulisan-tulisan ibu.. Subhanallah, sungguh membuat saya merasa terharu dan kecil karena ketidak tahuanku dalam mendidik anak-anak. Ibu, saya disamping 2 anak yang lain, Allah berkenan memberiku seorang anak berkebutuhan khusus, yah.. sebagaimana ibu-ibu dengan ABK(anak berkebutuhan khusus)nya, saya cukup banyak mendapatkan "hidayah" yang luar biasa (alhamdulillah). Dan seringkali saya coba tuliskan kembali apa yang telah saya alami dengan putriku dalam tulisan-tulisan saya. Karena itu Sungguh akan menjadi kebahagiaan untukku jika ibu mau

Homeschooling Anak berkebutuhan Khusus

Dua bulan sudah berjalan sejak komunitas kami menerima anak-anak yang dikategorikan berkebutuhan khusus.
Ada beberapa program yang dibuat dibawah unit Learning Support Center Sekdol yang dikomandani oleh Pe’e I Wayan Warsathon…
Kegiatan kamipun sudah 2 kali di amati oleh Team dari PUSKUR jakarta… yang kebetulan lagi monitoring kegiatan pelaksanaan Paket A di Komunitas kami selama 1 tahun ini.
Anak-anak kami yang masuk pada kategori Autis, Slowleaner, Torred syndrome , ADD dan kebutuhan khusus karena program Akselerasi. dibuatkan menu masing-masing sesuai dengan kebutuhannya. IAP masing-masing anak dibuat dan dibicarakan denmgan kedua Orang Tua…, memang hal yang tidak mudah dalam mengkomunikasikan hal ini pada Oranmg Tua si Anak… perlu ada keterbukaan, ada banyak data yang dibutuhkan yang selama ini mungkin orang tua enggan menyampaikan pada orang lain… ( data riwayat kesehatan anak).
dari data yang ada kita akan buat program untuk 3 bulan ke depan…, dan kita buatkan list data kegiatan yang kita sepakati bersama denmgan orang Tua…
Namun pada kenyataannya tidak bisa berjalan dengan mulus… karena latar belakang orang tua yang masih harus mendapatkan pendampingan dalam melakukan HS ini..
Untuk orang tua yang kooperatif.., perkembangan kegiatan anaknya cukup signifikan, meski terkadang dalam kegiatannya di rumah masih juga melibatkan pendamping (shadow) yang harus juga mau berkoordinasi tentang program si anak dengan LSC sekolah Dolan.
Untuk anak-anak tertentu lebih diutamakan penyiapan kemandirian si anak dalam bekerja kelak… misalnya mempersiapkan buka usaha advertising, mempersiapkan buka salon, minimarket dll.
Sementara untuk anak yang Akselerasi… lebih memberikan ruang dia untuk merancang program belajarnya sesuai target yang ingin dia lalui… satu anak kami mencanangkan menyelesaikan program kelas 2 nya dalam 4 – 6 bulan.
Team LSC (Learning Support Center) kami memang terus melakukan diskusi… dan pengamatan…, dan tidak menutup kemungkinan beberapa hasil diskusi kami harus di bicarakan kembali bersama orang Tua… selaku pembimbing dan pengawal kegiatan si anak di rumah.

KETERLAMBATAN BICARA*

Gangguan keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara dan perkembangan bahasa pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya. Pada umumnya mereka mempunyai perkembangan intelegensi dan sosial-emosional yang normal. Menurut penelitian, problem ini terjadi atau dialami 5 sampai 10% anak-anak usia prasekolah dan lebih cenderung dialami oleh anak laki-laki dari pada perempuan.
Penyebab dari keterlambatan bicara ini disebabkan oleh beragam faktor, seperti :
1.   Hambatan pendengaran
Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga.
2.   Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral-motor
Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan adanya masalah pada area oral-motor di otak sehingga kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.
3.   Masalah keturunan
Masalah keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan etiologi dari hambatan pendengaran. Namun, sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa kasus di mana seorang anak anak mengalami keterlambatan bicara, ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.
4.   Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua
Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun. Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan “memasukkan” segala instruksi, pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasa.
5.   Faktor Televisi
Sejauh ini, kebanyakan nonton televisi pada anak-anak usia batita merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Pada saat nonton televisi, anak akan lebih sebagai pihak yang menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi suguhan yang ditayangkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya traumatis (karena menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara yang tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dan karena kemampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.
Jika orang tua mencurigai anaknya mengalami hambatan bicara, maka hal ini haruslah diteliti dan diperiksa oleh ahli yang memang berkompeten di bidangnya, untuk menghindari terjadinya salah diagnosa dan penanganan. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan lengkap dari aspek-aspek :
Fisiologis dan Neurologis
Dokter memeriksa secara menyeluruh, untuk mengetahui apakah keterlambatan tersebut disebabkan masalah pada alat pendengaran, sistem pendengarannya, atau pun pada areal otak yang mengatur mekanisme pendengaran-bicara dan otak yang memproduksi kemampuan berbicara. Tidak hanya itu, pemeriksaan lengkap akan menghasilkan diagnosa yang jauh lebih pasti tidak hanya faktor penghambatnya, namun juga metode penanganan yang paling sesuai untuk anak yang bersangkutan.
Psikologis
Pemeriksaan secara psikologis juga diperlukan untuk memahami fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan kemampuan berbicara dan berbahasa, seperti tingkat intelegensi serta tingkat perkembangan sosial-emosional anak. Pemeriksaan secara psikologis ini juga dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pengaruh dari hambatan yang dialami anak terhadap kemampuan emosional dan intelektualnya. Pemeriksaan ini juga harus ditangani oleh ahli atau psikolog yang berkompeten dan berpengalaman dalam menangani anak dengan problem keterlambatan bicara.
Setelah hasil pemeriksaan keluar, maka orang tua dengan rekomendasi ahlinya dapat mengambil langkah tepat seperti misalnya, melakukan terapi bicara atau jika usia anak sudah harus sekolah, maka dimasukkan pada sekolah yang dapat memberikan perlakuan dan perhatian yang tepat sesuai dengan masalah anak tersebut.
Kemungkinan Pulihnya Kembali Kemampuan Bicara & Berbahasa
Sebenarnya, jika sejak awal hambatan bicara ini sudah didiagnosa secara tepat, dan jika pihak keluarga mempunyai kepedulian yang tinggi untuk memberikan dukungan bagi program pemulihan si anak, maka akan besar kemungkinan bagi si anak untuk kembali memiliki kemampuan yang normal. Meski pada proses awal akan terkesan lamban, namun kemungkinan besar masalah keterlambatan bicara akan teratasi ketika anak mulai memasuki sekolah dasar.
Pada kasus-kasus tertentu  dimana hambatan bicara dan ber bahasa terlihat dari adanya hambatan dalam menulis. Sebenarnya hal ini masih bisa didiagnosa dan dilakukan penanganan yang tepat supaya kemampuan tersebut akhirnya berkembang seperti anak-anak lain seusianya. (jr)
Banyak orang tua yang khawatir jika anaknya belum lancar bicara padahal dilihat dari segi usia sepertinya sudah lewat dan jika dibandingkan dengan anak-anak tetangganya, teman-temannya, saudara-saudaranya kok ketinggalan jauh. Kenyataan tersebut pada akhirnya sering mengundang pertanyaan yang diajukan kepada e-psikologi. Untuk itu lah kami akan mengulas persoalan keterlambatan bicara pada balita.
Gangguan kemampuan bicara atau keterlambatan bicara dan berbahasa ini haruslah dideteksi dan ditangani sejak dini dan dengan metode yang tepat. Bagaimana pun juga, bicara dan bahasa merupakan media utama seseorang untuk mengekspresikan emosi, pikiran, pendapat dan keinginannya. Bayangkan saja, jika ia mengalami masalah dalam mengekspresikan diri, untuk bisa dimengerti oleh orang lain atau orang tuanya, guru dan teman-temannya, maka bisa membuat ia frustrasi. Mungkin pula ia akan merasa frustrasi dan malu karena teman-temannya memperlakukan dia secara berbeda, entah mengucilkan atau pun membuatnya jadi bahan tertawaan. Jika tidak ada yang bisa mengerti apa sih yang jadi keinginannya atau apa yang dimaksudkannya, maka tidak heran jika lama kelamaan ia akan berhenti untuk berusaha membuat orang lain mengerti. Padahal, belajar melalui proses interaksi adalah proses penting dalam menjadikan seorang manusia bertumbuh dan berhasil menjadi orang seperti yang diharapkannya.
Untuk memahami lebih lanjut tentang keterlambatan bicara, maka Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak perlu mengetahui beberapa hal sebagai berikut:
Tahapan Perkembangan Kemampuan Bicara dan Berbahasa
Berikut ini akan disajikan informasi seputar tahapan perkembangan bahasa dan bicara seorang anak. Namun perlu diperhatikan, bahwa batasan-batasan yang tertera juga bukan merupakan batasan yang kaku mengingat keunikan setiap anak berbeda satu dengan yang lain.      Menurut Dr. Miriam Stoppard (1995) tahapan perkembangan kemampuan bicara dan berbahasa dapat dibagi sebagai berikut:
0-8 Minggu
Pada masa awal, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya. Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi dua arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara. Sejak dua minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu, dan pada usia 8 minggu, ia mulai mampu memberikan respon terhadap suara yang dikenalinya.
Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
1.Semakin dini orang tua menstimulasi anaknya dengan cara mengajaknya bercakap-cakap dan menunjukkan sikap yang mendorong munculnya respon dari si anak, maka sang anak akan semakin dini pula tertarik untuk belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas percakapan dan bicaranya juga akan lebih baik. Jadi, teruslah mengajak anak Anda bercakap-cakap sejak hari pertama kelahirannya.
2.Jalinlah komunikasi dengan dihiasi oleh senyum Anda, pelukan, dan perhatian. Dengan demikian anak Anda akan termotivasi untuk berusaha memberikan responnya.
3.Tunjukkanlah selalu kasih sayang melalui peluk-cium, dan kehangatan yang bisa dirasakan melalui intonasi suara Anda. Dengan demikian, Anda menstimulasi terjalinnya ikatan emosional yang erat antara Anda dengan anak Anda sekaligus membesarkan hatinya.
4.Selama menjalin komunikasi dengan anak Anda, jangan lupa untuk melakukan kontak mata secara intensif karena dari pandangan mata tersebutlah anak bisa merasakan perhatian, kasih sayang, cinta, dan pengertian. Jika sedang bicara, tataplah matanya dan jangan malah membelakangi dia.
5.Jika anak Anda menangis, jangan didiamkan saja. Selama ini banyak bereda pandangan keliru, bahwa jika bayi menangis sebaiknya didiamkan saja supaya nantinya tidak manja dan bau tangan. Padahal, satu-satunya cara seorang bayi baru lahir untuk mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhannya (haus, lapar, kedinginan, kepanasan, kebutuhan emosional, kelelahan, kebosanan) dia adalah melalui tangisan. Jadi, jika tangisannya tidak Anda pedulikan, lama-lama dia akan frustasi karena kebutuhannya terabaikan. Yang harusnya Anda lakukan adalah memberinya perlakuan seperti yang dibutuhkannya saat ia menangis. Untuk itu, kita sebagai orang tua haruslah belajar memahami dan mengerti bahasa isyaratnya. Tidak ada salahnya, jika Anda seakan-akan bertanya padanya, seperti :”rupanya ada sesuatu yang kamu inginkan,….coba biar Ibu lihat…”
28 Minggu – 1 Tahun
Perkembangan Kemampuan Berbicara dan  Bahasa
Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan “ba”, “da”, “ka” secara jelas sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang dan dengan penuh intonasi. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang beberapa suku kata yang sebelumnya sudah mampu diucapkannya. Pada usia 48 minggu, seorang anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat dengan arti. Selain itu, ia mulai mengerti kata “tidak” dan mengikuti instruksi sederhana seperti “bye-bye” atau main “ciluk-baa”. Ia juga mulai bisa meniru bunyi binatang seperti “guk”, “kuk”, “ck”
Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
1.Jadilah model yang baik untuk anak Anda terutama pada masa ini lah mereka mulai belajar meniru kata-kata yang didengarnya dan mengucapkannya kembali. Ucapkan kata-kata dan kalimat Anda secara perlahan, jelas dengan disertai tindakan (agar anak tahu artinya atau korelasinya antara kata yang Anda ucapkan dengan tindakan kongkritnya), dan jangan lupa, bahasa tubuh dan ekspresi wajah Anda juga harus pas.
2.Anak Anda akan belajar bicara dengan bahasa yang tidak jelas bagi Anda. Jadi, ini lah waktunya untuk Anda berdua (Anda dengan anak) saling belajar untuk bisa saling memahami keinginan dan maksud berdua. Jadikanlah kegiatan ini sebagai salah satu bentuk permainan yang menyenangkan agar anak Anda tidak patah semangat untuk terus mencoba mengucapkan secara pas dan jelas. Namun, jika Anda malas memperhatikan “suaranya”, apa yang dimaksudnya, dan tidak mengulangi suaranya, atau bahkan ekspresi wajah Anda membuat dirinya jadi enggan mencoba, maka anak Anda akan merasa bahwa “tidak memungkinkan baginya untuk mencoba mengekspresikan keinginan karena orang dewasa tidak akan ada yang mengerti dan mau mendengarkan”
3.Kadang-kadang, ikutilah gumamannya, namun, Anda juga perlu mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat ia berhasil mengucapkan suatu suku kata atau kata dengan benar, berilah pujian yang disertai dengan pelukan, ciuman, tepuk tangan..dan sampaikan padanya, “betapa pandainya dia”.
4.Jika mengucapkan sebuah kata, sertailah dengan penjelasan artinya. Lakukan hal ini terus menerus meski tidak semua dimengertinya. Penjelasan bisa dilakukan misal dengan menunjukkan gambar, gerakan, sikap tubuh, atau pun ekspresi.
1 Tahun – 18 Bulan
Perkembangan Kemampuan Berbicara dan  Bahasa
Pada usia setahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau tiga patah kata yang punya makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu memahami sebuah obyek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan sering didengarnya untuk kemudian mengekspresikannya pada porsi / situasi yang tepat. Usia 18 bulan, ia sudah mampu menunjuk obyek-obyek yang dilihatnya di buku dan dijumpainya setiap hari. Selain itu ia juga mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang bermakna.
Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
1.Semakin mengenalkan anak Anda dengan berbagai macam suara, bunyi, seperti misalnya suara mobil, motor, kucing, anjing, dsb. Kenalkan pula pada suara-suara yang sering didengarnya sehari-hari, seperti pintu terbuka-tertutup, suara air, suara angin berdesir di pepohonan, kertas dirobek, benda jatuh, dsb.
2.Sering-seringlah membacakan buku-buku yang sangat sederhana namun sarat dengan cerita yang menarik untuk anak dan gambar serta warna yang “eye catching”. Tunjukkan obyek-obyek yang terlihat di buku, sebutkan namanya, jelaskan apa yang sedang dilakukannya, bagaimana jalan ceritanya. Minta lah padanya untuk mengulang nama yang Anda sebutkan, dan jangan lupa, berilah pujian jika ia berhasil mengingat dan mengulang nama yang Anda sebutkan.
3.Jika sedang bersamanya, sebutkan nama-nama benda, warna dan bentuk pada setiap obyek yang dilihatnya
4.Anda mulai bisa mengenalkan dengan angka dengan kegiatan seperti menghitung benda-benda sederhana yang sedang dibuat permainan. Lakukan itu dalam suasana yang santai dan nyaman agar anak tidak merasa ada tekanan keharusan untuk menguasai kemampuan itu
1 Tahun – 18 Bulan
Perkembangan Kemampuan Berbicara dan  Bahasa
Pada usia setahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau tiga patah kata yang punya makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu memahami sebuah obyek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan sering didengarnya untuk kemudian mengekspresikannya pada porsi / situasi yang tepat. Usia 18 bulan, ia sudah mampu menunjuk obyek-obyek yang dilihatnya di buku dan dijumpainya setiap hari. Selain itu ia juga mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang bermakna.
Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
1.Semakin mengenalkan anak Anda dengan berbagai macam suara, bunyi, seperti misalnya suara mobil, motor, kucing, anjing, dsb. Kenalkan pula pada suara-suara yang sering didengarnya sehari-hari, seperti pintu terbuka-tertutup, suara air, suara angin berdesir di pepohonan, kertas dirobek, benda jatuh, dsb.
2.Sering-seringlah membacakan buku-buku yang sangat sederhana namun sarat dengan cerita yang menarik untuk anak dan gambar serta warna yang “eye catching”. Tunjukkan obyek-obyek yang terlihat di buku, sebutkan namanya, jelaskan apa yang sedang dilakukannya, bagaimana jalan ceritanya. Minta lah padanya untuk mengulang nama yang Anda sebutkan, dan jangan lupa, berilah pujian jika ia berhasil mengingat dan mengulang nama yang Anda sebutkan.
3.Jika sedang bersamanya, sebutkan nama-nama benda, warna dan bentuk pada setiap obyek yang dilihatnya
4.Anda mulai bisa mengenalkan dengan angka dengan kegiatan seperti menghitung benda-benda sederhana yang sedang dibuat permainan. Lakukan itu dalam suasana yang santai dan nyaman agar anak tidak merasa ada tekanan keharusan untuk menguasai kemampuan itu
18 Bulan – 2 Tahun
Perkembangan Kemampuan Berbicara dan  Bahasa
Pada rentang usia ini, kemampuan bicara anak semakin tinggi dan kompleks. Perbendaharaan katanya pun bisa mencapai 30 kata dan mulai sering mengutarakan pertanyaan sederhana, seperti “mana ?”, “dimana?” dan memberikan jawaban singkat, seperti “tidak”, “disana”, “disitu”, “mau”. Pada usia ini mereka juga mulai menggunakan kata-kata yang menunjukkan kepemilikan, seperti “punya ani”, “punyaku”. Bagaimana pun juga, sebuah percakapan melibatkan komunikasi dua belah pihak, sehingga anak juga akan belajar merespon setelah mendapatkan stimulus. Semakin hari ia semakin luwes dalam menggunakan kata-kata dan bahasa sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya dan mengutarakan kebutuhannya. Namun perlu diingat, oleh karena perkembangan koordinasi motoriknya juga belum terlalu sempurna, maka kata-kata yang diucapkannya masih sering kabur, misalnya “balon” jadi “aon”, “roti” jadi “oti”
Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
1.Mulailah mengenalkan anak Anda pada perbendaharaan kata yang menerangkan sifat atau kualitas. Seperti “baik, indah, cantik, dingin, banyak, sedikit, asin, manis, nakal, jelek, dsb. Caranya, pada saat Anda mengucapkan suatu kata tertentu, sertailah dengan kualitas tersebut, misalnya “anak baik, anak manis, anak pintar, baju bagus, boneka cantik, anak nakal, roti manis”, dsb
2.Mulailah mengenalkan padanya kata-kata yang menerangkan keadaan atau peristiwa yang terjadi : sekarang, besok, di sini, di sana, kemarin, nanti, segera, dsb
3.Anda juga bisa mengenalkannya kata-kata yang menunjukkan tempat : di atas, di bawah, di samping, di tengah, di kiri, di kanan, di belakang, di pinggir; Anda bisa melakukannya dengan menggunakan contoh gerakan. Banyak model permainan yang dapat Anda gunakan untuk menerangkan kata-kata tersebut, bahkan dengan permainan, akan jauh lebih menyenangkan baginya dna bagi Anda.
4.Yang perlu Anda ingat, janganlah menyetarakan perkembangan anak Anda dengan anak-anak lainnya karena tiap anak mempunyai dan mengalami hambatan yang berbeda-beda. Jadi, jika anak Anda kurang lancar dan fasih berbicara, janganlah kemudian menekannya untuk lekas-lekas mengoptimalkan kemampuannya. Keadaan ini hanya akan membuatnya stress
2 Tahun – 3 Tahun
Perkembangan Kemampuan Berbicara dan  Bahasa
Seorang anak mulai menguasai 200 – 300 kata dan senang bicara sendiri (monolog). Sekali waktu ia akan memperhatikan kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diam-diam. Mereka mulai mendengarkan pesan-pesan yang penuh makna, yang memerlukan perhatian dengan penuh minat dan perhatian. Perhatian mereka juga semakin luas dan semakin bervariasi. Mereka juga semakin lancar dalam bercakap-cakap, meski pengucapannya juga belum sempurna. Anak seusia ini juga semakin tertarik mendengarkan cerita yang lebih panjang dan kompleks. Jika diajak bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk loncat dari satu topik pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu menggunakan kata sambung “sama”, misalnya “ani pergi ke pasar sama ibu”, untuk menggambarkan dan menyambung dua situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa menggunakan kata “aku”, “saya” “kamu” dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata-kata yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antara yang terjadi di masa lalu, masa kini dan masa sekarang.
Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
1.Pada usia ini, anak Anda akan lebih senang bercakap-cakap dengan anak-anak seusianya dari pada dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, akan baik jika ia banyak dikenalkan dengan anak-anak seusianya dan dilibatkan pada lingkungan sosial yang bisa memfasilitasi kemampuan sosial dan berkomunikasinya. Salah satu tujuan para orang tua memasukkan anaknya dalam nursery school adalah karena alasan tersebut, agar anaknya bisa mengembangkan kemampuan komunikasi sekaligus sosialisasi. Meskipun demikian, bahasa dan kata-kata yang diucapkan masih bersifat egosentris, namun lama kelamaan akan lebih bersifat sosial seiring dengan perkembangan usia dan keluasan jaringan sosialnya
2.Sering-seringlah menceritakan cerita menarik pada anak Anda, karena sebenarnya cerita juga merupakan media atau sarana untuk mengekspresikan emosi, menamakan emosi yang disimpannya dalam hati, dan belajar berempati. Dari kegiatan ini pula lah anak Anda tidak hanya belajar berani mengekspresikan diri secara verbal tapi juga belajar perilaku sosial.
3.Ceritakan padanya cerita yang lebih kompleks dan kenalkan beberapa kata-kata baru sambil menerangkan artinya. Lakukan ini secara terus menerus agar ia dapat mengingatnya dan mengenalinya dengan mudah ketika Anda mengulang cerita itu kembali di lain waktu
3 Tahun – 4 Tahun
Perkembangan Kemampuan Berbicara dan  Bahasa
Anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang bersifat perintah; hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali kata-kata baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan kata-kata mereka bisa mengendalikan situasi seperti yang diinginkannya, bisa mempengaruhi orang lain, bisa mengajak teman-temannya atau ibunya. Mereka juga mulai mengenali konsep-konsep tentang kemungkinan, kesempatan, dengan “andaikan”, “mungkin”, “misalnya”, “kalau”. Perbendaharaan katanya makin banyak dan bervariasi seiring dengan peningkatan penggunaan kalimat yang utuh. Anak-anak itu juga makin sering bertanya sebagai ungkapan rasa keingintahuan mereka, seperti “kenapa dia Ma ?”, “sedang apa dia Ma?”, “mau ke mana ?”
Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
1.Hindari sikap mengkoreksi kesalahan pengucapan kata anak secara langsung, karena itu akan membuatnya malu dan malah bisa mematahkan semangatnya untuk belajar dan berusaha. Anda bisa mengulangi kata-kata tersebut secara jelas seolah Anda mengkonfirmasi apa yang dimaksudkannya. Dengan demikian, ia akan memahami kesalahannya tanpa merasa harus malu.
2.Pada usia ini, seorang anak sudah mulai bisa mengerti penjelasan sederhana. Oleh sebab itu, Anda bisa mulai mencoba untuk mengajaknya mendiskusikan soal-soal yang sangat sederhana; dan tanyakan apa pendapatnya tentang persoalan itu. Dengan cara itu, Anda melatih cara dan proses penyelesaian masalah pada anak Anda setahap demi setahap. Hasil dari tukar pendapat itu sebenarnya juga mempertinggi self-esteem anak karena ia merasa pendapatnya didengarkan oleh orang dewasa.
3.Mulailah mengeluarkan kalimat yang panjang dan kompleks, agar ia mulai belajar meningkatkan kemampuannya dalam memahami kalimat. Untuk mengetahui apakah ia memahami atau tidak, Anda bisa melihat respon dan reaksinya; jika ia melakukan apa yang Anda inginkan, dapat diartikan ia cukup mengerti kalimat Anda.
4.Anak-anak sangat menyukai kegiatan berbisik karena hal itu permainan mengasikkan buat mereka sebagai salah satu cara mengekspresikan perasaan, dan keingintahuan.
5.Pakailah cerita-cerita dongeng dan fabel yang sebenarnya mencerminkan dunia anak kita dan memakainya sebagai suatu cara untuk mengajarkan banyak hal tanpa menyinggung perasaannya. Dengan mendongeng, Anda mengenalkan padanya konsep-konsep tentang moralitas, nilai-nilai, sikap yang baik dan jahat, keadilan, kebajikan dan pesan-pesan moral lainnya. Jadikanlah saat-saat bersama anak Anda sebagai masa yang menyenangkan, ceria, santai dan segar. Buatlah ini menjadi kebiasaan di waktu-waktu tertentu, seperti sebelum tidur atau di waktu sore hari.

 
Sumber : Blog Jenlove