Kasus Kepribadian Ku dengan Psikoanalisa

Rabu, 17 Februari 2010

Berdalil dari kajian Psikoanalisa, bahwa Kepribadian bisa juga ciptaan dari pengalaman masa kecil, entah itu menyenangkan ataupun traumatis. Saya mencoba hubungankan dengan kepribadian saya yang tidak begitu suka dengan Matematika.

Sewaktu kecil saat saya belajar Matematika dengan ibu, cara mengajarkan ibu saya agak keras pada saya, bahkan sering memakai kata “bodoh”, “bego”, sehingga saya didorong untuk berpikir tanpa tidak tahu dasar yang didalamnya terdapat desakan. Misalnya saat saya mengerjakan soal matematika 2x2 berapa, maka saya berpikir, bahkan mencoret-coret kertas, namun saya langsung dibentak, “masa gitu aja gak tau”, maka konsentrasi saya pun jadi buyar, dan disisi lain saya harus segera menjawab yang dimana saya tidak tahu jawabannya, dan saat saya menjawab salah, saya langsung dibentak. Ini terjadi sekitar saya kelas 1 - 2 SD.

Selanjutnya saya menjadi anak yang gagap Matematika.
Sampai saat ini, saya masih gagap, mungkin bila kondisi sangat menegangkan lalu saya tiba-tiba ditanya 6x9 berapa, mungkin saya tidak akan bisa menjawab, karena saya tidak bisa berpikir saat saya tertekan.

Dalam kasus ini bila dihubung-hubungkan dengan teori psikoanalisa sangat berpengaruh, Freud yang juga tokoh psikoanalisa menyatakan bahwa setiap tindakan kita adalah hasil dari masa-masa sebelumnya. Dalam psikoanalisa nya Freud juga dikenal konsep consciousness (alam sadar), preconsciousness (ambang sadar) dan unconsciousness (alam bawah sadar). Namun Psikoanalisa terus berkembang yaitu Alfred Adler (1870-1937), sebagai pengikut Freud yang berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut dengan Individual Psychology. Konsep utama Adler adalah organ inferiority. Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior adalah universal. Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan tersebut. Selanjutnya, Adler juga membahas tentang striving for superiority, yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya striving for superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang lebih berorientasi ke masa lalu.

0 komentar: