UASBN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Senin, 17 Mei 2010

Oleh Iim Imandala, S.Pd.*
sekolah
sekolah
Dengan diberlakukannya pendidikan inklusif di Jawa Barat sejak tahun 2003 maka anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh hak pendidikan di sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Apabila sekolah yang terdekat itu adalah sekolah reguler sedangkan ke SLB cukup jauh, maka sekolah reguler harus menerima anak berkebutuhan khusus itu untuk memperoleh hak pendidikan formalnya.
Hingga saat ini sudah banyak sekolah reguler (SD/SMP/SMA) yang telah menerima anak berkebutuhan khusus. Dibeberapa wilayah, khususnya di wilayah Kabupaten Bandung, menurut Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Inklusif Kab. Bandung tercatat hampir 90% Sekolah Dasar Negeri (SDN) telah menerima anak berkebutuhan khusus. Data ini belum termasuk data dari wilayah lain di lingkup Provinsi Jawa Barat, tentunya akan diperoleh akumulasi data yang cukup banyak mengenai sekolah reguler yang telah menerima anak berkebutuhan khusus.
Sebagian data tersebut dapat mencerminkan keberhasilan pendidikan inklusif di Jawa Barat. Namun demikian keberhasilan tersebut menyisakan permasalahan di antaranya adalah ketika anak berkebutuhan khusus yang berada di sekolah reguler harus mengikuti UASBN. Bagi anak berkebutuhan khusus yang high functioning atau tidak mengalami hambatan mental/kecerdasan seperti tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan tunalaras dapat mengikuti UASBN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya bagi anak berkebutuhan khusus yang low functioning atau yang mengalami hambatan mental/kecerdasan dan mereka sudah terdaftar sebagai peserta UASBN. Bagi mereka ini tentunya akan menjadi persoalan ketika harus mengikuti UASBN dengan soal yang sama seperti anak-anak lain pada umumnya, sedangkan kemampuan mereka tidak memadai untuk itu. Kondisi ini merupakan permasalahan yang perlu dicarikan solusinya oleh kita bersama.
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai solusi untuk mengatasi UASBN bagi anak berkbutuhan khusus low functioning, pertama, sekolah reguler yang menerima anak berkebutuhan khusus harus memberikan keterangan peserta UASBN yang tergelong pada anak berkebutuhan khusus. Keterangan ini berguna untuk menentukan soal mana yang akan digunakan. Kedua, sekolah bersama dinas pendidikan kabupaten/kota madya bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui Bidang Pendidikan Luar Biasa (PLB) untuk melakukan identifikasi dan asesmen. Identifikasi dan asesmen ini penting dilakukan agar diperoleh data yang akurat mengenai kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus sehingga dapat menjadi dasar dalam pembuatan soal.
Setelah data diperoleh melalui identifikasi dan asesmen kemudian soal dibuat oleh guru/sekolah masing-masing sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Selanjutnya pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui Bidang (PLB) melakukan validasi terhadap soal yang telah dibuat oleh guru/sekolah itu. Ketiga, soal yang telah divalidasi itu dapat digunakan dalam UASBN bagi anak berkebutuhan khusus. Soal yang dikerjakan oleh anak berkebutuhan khusus tersebut akan berbeda dengan anak pada umumnya, bahkan bisa berbeda pula antar sesama anak berkebutuhan khusus.
Dalam hasil peniliain hasil UASBN bagi anak berkebutuhan khusus, nilai yang diperoleh harus disajikan dalam dua bentuk, yaitu bentuk angka dan bentuk deskriptif. Dua bentuk sajian ini diperlukan agar diperoleh kejelasan dan pertanggungjawaban mengenai nilai-nilai yang diperoleh anak berkebutuhan khusus. Misalnya, nilai matematika 7 bagi anak berkebutuhan khusus berbeda dengan nilai matematika 7 yang diperoleh anak pada umumnya karena dari bentuk dan bobot soal nya berbeda. Bagi anak berkebutuhan khusus memperoleh nilai 7 harus ada penjelasan mengapa nilainya 7. Dalam penjelasannya, kurang lebih berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator-indikator yang telah dicapainya sehingga dapat diwakili dengan nilai 7.
Begitu pula di dalam ijazah/STTB bagi anak berkebutuhan khusus. Ijazah/STTB nya terdiri dari dua lembar, lembar pertama ijazah yang di dalamnya tercantum nilai berbentuk angka-angka dan lembar kedua berbentuk deskriptif. Bentuk deskriptif ini tentunya butuh legalitas, oleh karena itu perlua adanya kerjasama dengan Bidang PLB untuk legalitas tersebut karena bidang inilah yang mengurusi masalah pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Provinsi Jawa Barat.
Tulisan ini semoga dapat memberikan gambaran solusi permasalahan UASBN bagi anak berkebutuhan khusus. Terima kasih atas perhatiannya.
*Penulis adalah guru SLB Roudhotul Jannah Kec. Soreang Kab. Bandung.

Sumber : http://pendidikankhusus.wordpress.com/2009/05/21/uasbn-bagi-anak-berkebutuhan-khusus/

0 komentar: