Autisme dan Perkembangannya di Indonesia

Jumat, 02 April 2010

Autisme atau biasa yang disebut dengan autis merupakan suatu kondisi seorang anak sejak lahir ataupun pada saat masa belia, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Anak yang menderita autis memiliki gangguan perkembangan yang kompleks. Akibatnya, anak penderita autis terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia yang repetitive, aktifitas dan minat yang obsesif.

Atau dengan bahasa yang lebih mudah, seorang anak autis memiliki kelemahan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Ia juga memiliki kelemahan dalam berinteraksi sosial dan berimajinasi.

Menurut Power (1989), karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilaku serta emosi dan pola bermain, gangguan sensoris, dan perkembangan terlambat atau tidak normal. Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil, biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.


Secara lebih jelas dapat dituliskan sifat-sifat yang kerap ditemukan pada anak autis. Diantaranya adalah sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidka membentuk hubungan pribadi yang terbuka, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, memiliki fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif, dan sebagainya.

Jumlah Penderita Autis di Indonesia

Penderita autis di Indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari dalam pembukaan rangkaian Expo Peduli Autisme 2008 lalu mengatakan, jumlah penderita autis di Indonesia di tahun 2004 tercatat sebanyak 475 ribu penderita dan sekarang diperkirakan setiap 1 dari 150 anak yang lahir, menderita autisme.

Walaupun Autis telah ditemukan sejak tahun 1943, namun penyebab pasti akan gangguan yang diderita oleh kurang lebih 35 juta orang di seluruh dunia ini masih belum diketahui. Ketua Yayasan Autisme Indonesia (YAI) dr. Melly Budhiman mengatakan, di antara penyebabnya adalah faktor gaya hidup, polusi udara, narkotika, makanan yang tercemar limbah, misalnya ikan laut, dan sayuran yang masih mengandung pestisida.

Sebuah penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan neurologis di otak, termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan kekebalan.


Mendeteksi Sejak Dini Gangguan Autisme

Autisme sendiri terbagai ke dalam tiga bagian, yaitu sangat ringan (mild), sedang (moderate), serta parah (severe). Ketiga kondisi ini kerap menyulitkan orang tua untuk menyadari seluruh keberadaannya.

Hans Asperger dan Leo Kanner adalah dua orang yang memelopori penelitian mengenai autisme. Dan seiring berjalannya waktu, banyak ilmuwan di dunia yang juga berusaha menemukan penyebab dari gangguan autisme itu sendiri.

Di Amerika, sejak tahun 1997 terdapat program yang dinamakan Autism Genetic Research Exchange yang mengumpulkan data genetis terbesar di Amerika untuk mempelajari Autisme. Dan selama ini, tujuan dari penelitian tersebut ini masih berada dalam usaha untuk mengidentifikasi anak-anak yang memiliki risiko Autisme.

Selain itu, Mel Rutherford, seorang profesor psikologi dari Faculty of Science, McMaster University juga melakukan penelitian terhadap anak yang mengalami gangguan perkembangan otak. Rutherford menggunakan Eye Tracker Technology yang dapat mengukur arah gerakan mata bayi untuk mendeteksi gejala-gejala autsime.

Sementara itu, Profesor Florence Levy dari UNSW, School of Psychiatry melakukan penelitian terhadap otak yang dinilai dapat memberikan penjelasan yang dapat membantu teori psikologis seperti Theory of Mind dalam mempelajari autisme. Semua penelitian ini diharapkan dapat membuat para dokter dan psikiater mampu mendeteksi kondisi-kondisi autisme pada tahap terdini.

Meski begitu, ada referensi baku yang digunakan secara umum dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak penderita autis, yang termasuk dalam ICD (International Classification of Diseases) revisi ke-10 tahun 1993, dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang kedua isinya sama.

Namun secara khusus, autisme bisa diketahui jika ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu Interaksi Sosial, Komunikasi, serta Perilaku.

Penanganan Autisme

Sebagai warga negara Indonesia, meski belum ada data terbaru mengenai penderita gangguan autis, kita patut berbangga karena penanganan penderita gangguan Autis mendapat perhatian serius dari pemerintah. Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari pun berjanji untuk membentuk Therapy Center Autis. Pemerintah juga merencanakan untuk meluncurkan berbagai paket berupa buku, VCD, poster dan checklist pendeteksi dini autisme.

Terapis sekaligus psikolog, Tri Gunatri OTR, S.Psi yang dipercaya menukis paket-paket tersebut merencanakan untuk menyebarluaskannya ke seluruh pelosok Indonesia. Selain itu, berbagai tempat dan website juga banyak yang memberikan layanan untuk mempelajari tentang autisme.


Sebut saja Rehabilitasi Medis FKUI, atau Yayasan Autisme Indonesia di bilangan Cipinang Kebembem I. Atau lembaga yang dimiliki oleh pihak asing seperti London School of Public Relations, The Centre for Autism Awareness.

Berikut data lengkap tempat dan website yang dapat dijadikan sumber :

• Rehabilitasi Medis FKUI
Telp : (021) 3928222
• Yayasan Autisme Indonesia
Jl. Cipinang Kebembem I No.6 RT 014/124 Jakarta 13230
Telp : (021) 4751086
• Yamet
Jl. H. Ismail No.15 B
Kompleks Taman Cilandak, Jakarta Selatan
Telp : (021) 7659839 / klik www.friendster.com/klinikyamet atau facebook klinik yamet
• Linguistic Council Indonesia
Menara Kuningan Unit F2
Jl. HR. Rasuna Said, Blok X-7 kav. V, Jakarta
Telp : (021) 30015796, 33006177
• London School of Public Relations, The Centre for Autism Awareness
Sudirman Park
Jl. KH. Mas Mansyur, kav.35 Jakarta 10220
Telp : (021) 57943751
www.lspr.edu/csr/autismawareness
• Saint Clare-school for Special Needs Chilfdren
www.saintclare.com.sg
• Shining Stars Center, Jakarta
www.shiningstars.co.id
• Rumah Autis
Jl. Al-Husna No. 39 A-B Jatikramat, Jakarta
Telp : (021) 70982239
www.rumahautis.blogspot.com


Autisme dan Masa Depan

Meski memiliki gangguan dalam perkembangan otak serta pergaulan, bukan berarti penderita Autis mutlak tidak memiliki masa depan. Kesempatan untuk sembuh total dan memperoleh pendidikan yang sama, selalu dimiliki oleh penderita autis. Namun semua itu memang dibutuhkan suatu tahapan, atau harus melalui layanan pendidikan khusus.

Layanan yang dimaksud adalah layanan pendidikan awal yang terdiri dari Program Terapi Intervensi Dini dan Program Terapi Penunjang, untuk kemudian berlanjut ke kelas transisi. Di kelas inilah nantinya kemampuan, potensi, dan minat anak akan digali dan dikembangkan. Kelas ini juga dapat menjadi persiapan untuk mengikuti pendidikan di SD Reguler nantinya.
Untuk dapat mengikuti sekolah reguler ini juga memiliki persyaratan terlebih dahulu. Diantaranya adalah anak autis tersebut sudah memuiliki kemampuan untuk berkomunikasi sevara verbal dan juga dapat melakukan kontak mata. Hingga akhirnya anak autis dapat mengikuti kelas umum bersama guru umum yang tentunya sudah diberikan pelatihan.

Untuk anak autis yang masih memiliki tingkatan yang tinggi, tidak menutup kemungkinan mereka akan didampingi oleh seorang therapist, atau biasa disebut shadow teacher (Guru Bayangan).

Berikut beberapa sekolah yang menerima siswa autis di Jakarta dan Bogor :
1. SDN Bendungan Hilir Pagi, Jakarta Pusat
2. SDN Johar Baru 29 Pagi, Jakarta Pusat
3. SDN Cempaka Putih Barat 16 Pagi, Jakarta Pusat
4. SDN Pluit 06 Petang, Jakarta Utara
5. Sekolah Al Fath, Jakarta Timur
6. Sekolah Cikal, Jakarta Selatan
7. High Scope, Jakarta Selatan
8. Sekolah Mutiara Indonesia, Jakarta Selatan
9. Sekolah Global Jaya, Bintaro, Tangerang
10. SD Madania Parung, Bogor

Sumber : Boleh.com

0 komentar: