Lingkungan Buruk Picu Kasus Autis

Jumat, 02 April 2010

Jakarta, Pencemaran udara dan air yang terus meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan hidup secara umum dan kesehatan masyarakat. Salah satu dampak negatif dari tingginya pencemaran udara adalah meningkatnya kasus penyakit autis dan terjadinya hujan asam di beberapa daerah.
Hal ini diungkapkan Deputi VII Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup, Masnellyarti Hilman, pada peluncuran laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2003 di Jakarta, Selasa (26/10).
Hadir pada acara peluncuran Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, yang menyerahkan sertifikat bagi pemerintah provinsi, kabupaten dan kota terbaik dalam membuat laporan SLHI 2003.
Dari 14 provinsi yang menyerahkan dokumen Status Lingkungan Hidup Daerah yang terpilih terbaik adalah Riau, Bali, dan DKI Jakarta. Adapun untuk tingkat pemerintah kota dari enam kota terpilih Samarinda, Denpasar, dan Sabang. Untuk tingkat kabupaten, dari 12 laporan yang masuk yang terbaik adalah Bengkalis, Garut, Nunukan, dan Banjar.

Isi SLHI menggambarkan berbagai informasi antara lain tekanan dan dampak lingkungan hidup, kondisi dan keadaan lingkungan hidup, serta respons atau upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat setempat dalam bentuk kebijakan maupun program untuk menangani dampak yang muncul.
Lebih lanjut Masnellyarti mengungkapkan, pencemaran udara dan lingkungan telah berdampak negatif pada anak- anak yang lahir di perkotaan. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi. Kontaminasi timah hitam atau timbel diduga kuat akibat pencemaran gas buang kendaraan bermotor. Adapun pencemaran merkuri bersumber dari pemanfaatannya di pertambangan emas dan industri. “Hal ini perlu mendapat perhatian semua pihak. Bila hal ini didiamkan, jumlah anak yang lahir dengan gangguan autis terus meningkat,” ujarnya.
Meningkat
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pencemaran udara dan air berdasarkan SLHI 2003 meningkat. Pencemaran air oleh limbah bahan beracun berbahaya (B3) terutama berasal dari industri, yang umumnya terjadi di bagian hilir sungai.
Sedangkan sumber pencemar udara terutama akibat transportasi, kebakaran hutan, serta gas buang industri. Kualitas udara di 10 kota yang terpantau lewat alat khusus menunjukkan, 30-57 hari dalam setahun lalu pada kondisi udara buruk atau berbahaya bagi kesehatan. Namun, untuk kadar timah hitam di Jakarta-dengan diberlakukannya bensin tanpa timbal-mulai menurun.
Di beberapa daerah, pencemaran gas sulfur telah mengakibatkan terjadinya hujan asam. “Ini harus dijadikan perhatian kita semua. Karena hal ini akan mengakibatkan menurunnya produktivitas pertanian,” ujarnya.Masnellyarti mengharapkan laporan SLHI ini dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan di tiap daerah. “Menghadapi hujan asam bisa dipilih tanaman apa yang bisa tubuh dalam lingkungan asam,” katanya.
Hujan asam umumnya terjadi bila digunakan energi batu bara dalam tingkatan yang tinggi dan luas, baik pada kendaraan maupun industri.Ia mengharapkan pemerintah kota mengembangkan transportasi massal yang ramah lingkungan untuk mengurangi jumlah kendaraan. Karena bila macet, tingkat pencemaran dari kendaraan bermotor pribadi juga meningkat seperti yang sekarang ini terjadi. Sedangkan industri hendaknya juga mengikuti persyaratan lingkungan dalam berproduksi.“Dalam menghadapi persaingan global perlu dipacu industri dan produk untuk memenuhi persyaratan lingkungan karena dunia telah mensyaratkan adanya ekolabel dan ISO 14001,” katanya.

Sumber: http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0410/27/humaniora/1351122.htm

0 komentar: